Bandar udara dibawah kementerian
Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara (bahasa Inggris: Directorate General of Civil Aviation (DGCA)) adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan
fungsi Kementerian
Perhubungan Indonesia, yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Perhubungan[1]. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dipimpin oleh
Direktur Jenderal[1]. Direktorat Jendral Perhubungan Udara mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
perhubungan udara[1]. Direktorat Jendral Perhubungan Udara menangani administrasi
dan penataan penerbangan sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
·
Sejarah
Penerbangan
Indonesia dari masa ke masa
Tahun 1913: Penerbangan Pertama di Indonesia
Pada tanggal 19 Februari 1913 seorang penerbang asal Belanda bernama J.W.E.R
Hilger berhasil menerbangkan sebuah pesawat jenis Fokker dalam kegiatan pameran
yang berlangsung di Surabaya. Penerbangan tersebut tercatat sebagai penerbangan
pertama di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) meskipun berakhir dengan
terjadinya kecelakaan namun tidak menewaskan penerbangnya.
1924: Penerbangan pertama dari Belanda
ke Jakarta
Dengan adanya prospek yang baik bagi
penerbangan sipil maupun militer di Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924
sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda mencoba
melakukan penerbangan dari Bandara Schiphol Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Penerbangan
yang penuh petualangan tersebut membutuhkan waktu selama 55 hari dengan
berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di Batavia dan berhasil mendarat di lapangan
terbang Cililitan yang
sekarang dikenal dengan Bandar
Udara Halim Perdanakusuma.
1928: Rintisan Rute Penerbangan di
Indonesia
Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah
berdiri sebuah perusahaan patungan KNILM (Koninklijke
Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang terbentuk atas
kerjasama Deli Maatschappij,
Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia Belanda dan
perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai kepentingan di Indonesia.
Dengan mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM membuka rute
penerbangan tetap Batavia-Bandung sekali seminggu dan selanjutnya membuka rute
Batavia-Surabaya dengan transit di Semarang sekali setiap hari. Setelah
perusahaan ini mampu mengoperasikan pesawat udara yang lebih besar seperti
Fokker-F 12 dan DC-3 Dakota, rute penerbangan pun
bertambah yaitu Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura seminggu
sekali.
1929: Awal mula penerbangan berjadwal di
Indonesia
Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda
ke Jakarta, masih diperlukan lima tahun lagi untuk dapat memulai penerbangan
berjadwal. Penerbangan tersebut dilakukan oleh perusahaan penerbangan KLM
(Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) menggunakan pesawat Fokker F-78 bermesin
tiga yang dipakai untuk mengangkut kantong surat. Kemudian pada tahun 1931
jenis pesawat yang dipakai diganti dengan jenis Fokker-12 dan Fokker-18 yang
dilengkapi dengan kursi agar dapat mengangkut penumpang.
1949: Asal nama Garuda Indonesia Airways
Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr.
Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan melapor kepada Presiden Soekarno
di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair
Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan
hasil Konferensi Meja
Bundar (KMB) dan meminta presiden memberi nama bagi perusahaan
tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti
akan dicat sesuai nama itu.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno
menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan
pujangga terkenal, Raden Mas Noto
Soeroto pada zaman kolonial, "Ik ben Garuda, Vishnoe's
vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden" ("Aku
adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya
menjulang tinggi diatas kepulauanmu"). Pada tanggal 28 Desember 1949,
terjadi penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM
Interinsulair yang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran,
Jakarta untuk pelantikan sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama
baru, Garuda Indonesia
Airways, pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan
pertama ini.
Tahun 1952: Pembentukan Djawatan
Penerbangan Sipil
Pada tahun 1952 pemerintah membentuk “Djawatan
Penerbangan Sipil” yang saat itu bertanggungjawab kepada Kementerian
Perhubungan Udara, tugas dan tanggung jawabnya adalah menangani administrasi
pemerintahan, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara, Djawatan
Penerbangan Sipil ini merupakan cikal bakal Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara saat ini.
Tahun 1963: Direktorat Penerbangan Sipil
Pada tahun 1963 Djawatan Penerbangan sipil
diubah nama menjadi Direktorat Penerbangan Sipil seiring dengan perkembangan
dunia usaha penerbangan.
Tahun 1969: Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara
Untuk mendorong perkembangan dunia usaha
penerbangan yang semakin baik pada pemerintahan Orde Baru telah membentuk
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 1969 guna menyesuaikan
kebutuhan dan pemanfaatannya sebagai pengganti dan penyempurnaan Direktorat
Penerbangan Sipil dengan struktur organisasi terdiri dari Sekretariat
Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara Sipil, Direktorat Keselamatan
Penerbangan dan Direktorat Fasilitas Penerbangan.
Pada tahun 1974 struktur organisasi Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara disempurnakan menjadi Sekretariat Direktorat
Jenderal, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Udara, Direktorat Keselamatan
Penerbangan, Direktorat Pelabuhan Udara dan Direktorat Telekomunikasi Navigasi
Udara & Listrik.
Penerbangan Indonesia terus berkembang bukan
hanya bidang lalu lintas dan angkutan udara saja namun sudah mulai dengan
perkembangan industri pembuatan pesawat terbang sehingga diantisipasi dengan
pembentukan direktorat khusus yang menangani kelaikan udara berstandar
internasional, pemerintah mengeluarkan KM 58 Tahun 1991 mengenai penyesuaian
struktur organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, strukturnya terdiri
dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara, Direktorat
Keselamatan Penerbangan, Direktorat Teknik Bandar Udara, Direktorat Fasilitas
Elektronika dan Listrik dan Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara.
1978: Sentra Operasi
Keselamatan Penerbangan (SENOPEN)
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan
nomor KM 50/OT/Phb-78, tentang Susunan organisasi dan tata kerja pelabuhan
udara dan Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN), terbentuk kantor
SENOPEN di Medan, Pekanbaru, Palembang, Surabaya, Denpasar, Makassar dan Biak.
Fungsi unit kerja kantor SENOPEN adalah pemberian pelayanan navigasi
penerbangan.
Struktur Organisasi
Kementerian
Perhubungan Indonesia
o Sekretariat Direktorat Jendral Perhubungan Udara
§ Direktorat Angkutan Udara
§ Direktorat Bandar Udara
§ Direktorat Keamanan Penerbangan
§ Direktorat Navigasi Penerbangan
§ Direktorat Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara
§ Otoritas Bandar
Udara
§ Balai-Balai
§ Unit
Pelaksana Teknis
1. Bandar udara Adi Sumarmo
IATA / ICAO : ABU / WATA
Kategori : Internasional Airport, Embarkasi Haji
Kelas : Kelas II A
Pengelola : PT. Angkasa Pura I
Alamat : Jl. Bandara Adisumarmo – Surakarta, PO. Box 800, Solo, 57108. Kec Ngemplak. Kab Boyolali.
Bandara Adi Sumarmo terletak di kota Solo, Jawa Tengah, yang
mempunyai luas sekitar 56 hektar. Nama bandara ini diambil dari nama perintis
TNI AU, Adi Soemarmo, yang gugur pada tahun 1947.
Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan Panasan. Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan yang dibangun pertama kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat.
Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang sejak pada tahun 1942 sebagai basis militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia penyelenggaraan bandara dilaksanakan oleh “Penerbangan Surakarta” yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946.
Pada tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi “Pangkalan Udara Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer.
Pangkalan udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan komersial pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu.
Pada tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi “Pangkalan Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adisumarmo Wiryokusumo (adik dari Agustinus Adisucipto).
Pada tanggal 31 Maret 1989, Bandara ini ditetapkan menjadi Bandara Internasional dengan melayani penerbangan rute Solo-Kuala Lumpur & Solo-Singapore.
Pada tanggal 1 Januari 1992, Bandara Adi Sumarmo dikelola oleh Perusahaan Umum Angkasa Pura I yang pada tanggal 1 Januari 1993 berubah status menjadi Persero Terbatas Angkasa Pura I sampai dengan sekarang.
Data bandara
· Jarak dari Surakarta: 14 kilometer
· Koordinat: 07°30´58"S, 110°45´25"E
· Ketinggian: 12m8 meter
· Jumlah terminal: 3 Terminal penumpang, 2 terminal kargo, 11 tempat parkir pesawat
Data Lapangan
· Runway 1: Heading 08R/26L, 4,000 m (13.123 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: PAPI
· Fire Category VIII, Rescue and fire fighting
· Navigational Aids: VOR-DME, NDB
· Airfield Restrictions: Wide body ACFT 180 turn at the end of Runway
· Runway 2: Heading 08L/26R, 3,000 m (9,843 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: PAPI
· Fire Category XIII, Rescue and fire fighting
· Navigational Aids: VOR-DME, NDB
· Airfield Restrictions: Wide body ACFT 180 turn at the end of Runway
Transportasi
· Bus
Bus
|
Tujuan
|
Tarif
|
Damri
|
Terminal Tirtonadi
|
Rp20.000,00
|
Koridor 1 (Bandara - Palur)
|
Rp20.000,00
|
· Taksi Bandara
· Kereta Bandara
Informasi | |
---|---|
Jenis | Publik / Militer |
Pemilik | Pemerintah Indonesia |
Pengelola | PT Angkasa Pura I |
Melayani | Kota Surakarta dan sekitarnya (kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Wonogiri) |
Lokasi | Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia |
Maskapai penghubung | |
Ketinggian dpl | 419 kaki / 128 m |
Koordinat | 07°30′58″S 110°45′25″E |
Situs web | http://adisoemarmo.ap1.co.id/ |
Landasan pacu | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||||
Statistik (2017) | |||||||||||
| |||||||||||
22 . A.A Bere Tallo/ Atambua
IATA
/ ICAO : ABU
/ WATA
Kategori : Domestik
Airport
Kelas : Kelas
III
Pengelola : Unit
Penyelenggara Bandar Udara
Alamat : Jl.
Adi Sucipto, Haliwen Atambua , Kel. Manumutin, Kec. Atambua Kota, Kab. Belu,
Nusa Tenggara Timur (NTT), 85712
Bandar Udara A. A.
Bere Tallo Atambua sudah ada sejak jaman kolonialisme Jepang,
yaitu sekitar tahun 1940-an. Namun Bandara tersebut masih berlandas rumput dengan
ukurannya 800×23 meter. Pada tahun 1972 diperbaiki
panjangnya menjadi 900×23 meter dengan perkerasan batu.
Tahun 1974 landing pertama
pesawat Merpati dan 1979 diikuti dengan
pendaratan pesawat dari maskapai DAS dan MAF. Perkembangannya dari tahun ke
tahun bandara udara ini terus dibenahi hingga saat ini panjangnya
mencapai 1200×30 meter
Landasan Bandar udara A. A. Bere Tallo mulai
tahun 2011 diperpanjang
200 meter dari kondisi sebelumnya 1200×30 meter menjadi 1400×30 meter.
Dan tahun 2012 ditambah
lagi 200 meter dari 1400×30 meter menjadi 1.600 meter, dengan total dana
sebesar Rp 8.5 miliar, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2011/2012. Lebar landasan bandar udara A.A.Bere Tallo tetap 30
meter, meskipun idealnya telah mencapai panjang 1.400 meter atau 1.600 meter,
maka lebarnya seharusnya 45 meter.
Pesawat yang beroperasi di Bandar Udara
A.A.Bere Tallo adalah Merpati jenis
KS.212 berkapasitas 20 seat (sudah tidak aktif lagi), Susi Air berkapasitas
12 seat, dan Wings Air. Pemerintah daerah mengharapkan kedepan
bisa dapat melayani pesawat besar dengan kapasitas 60 seat ke atas. Jadwal
penerbangan bandara ini yaknu Wings Air 2
kali sehari tujuan Kupang pada pukul 10:00 dan 12:00 WITA dengan tarif yang
bersahabat, yakni Rp300.000 per penerbangan.
Bandar A.A.Bere Tallo pun kini telah
dilengkapi dengan fasilitas kecanggihan komputer peralatan navigasi untuk
dapat mencatat dan merekam setiap penerbangan pesawat dari Kupang -
Atambua dan sebaliknya. Adapun lampu landasan di areal Bandar Udara A.A.Bere
Tallo. Bandar Udara A.A.Bere Tallo meski kelihatannya kecil tetapi indah dan
cantik. Misinya, yakni menciptakan pelayanan publik serta utamakan keselamatan
dan tidak boleh ada kecelakaan penerbangan
Bandar Udara A. A. Bere Tallo
Bandar Udara Haliwen
|
|
Gerbang Utama Bandar Udara A. A. Bere Tallo
|
|
·
IATA: ABU
·
ICAO: WATA
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
sipil
|
Pemilik/Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
|
Ketinggian dpl
|
1,043.29 kaki / 318 m
|
3. Bandar Udara Abdul Rachman Saleh
IATA / ICAO : ABU / WATA
Kategori : Domestik Airport
Kelas : Kelas III
Pengelola : Unit Penyelenggara Bandar Udara
Alamat : Jl. Adi Sucipto, Haliwen Atambua , Kel. Manumutin, Kec. Atambua Kota, Kab. Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), 85712
Bandar Udara Abdul
Rachman Saleh (IATA: MLG, ICAO: WARA, sebelumnya WIAS)
adalah bandar udara yang terletak di Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur,
atau 17 km arah timur dari pusat Kota Malang.
Bandara Abdulrahman Saleh merupakan tempat pesawat Hercules C-130 dan Super Tucano sebagai
pengganti OV-10 Bronco yang telah di musiumkan.
Selain itu Wing 2 Korps Pasukan Khas juga bermarkas di sini.
Bandara Abdulrahman Saleh memiliki dua landasan pacu yang
pertama untuk pesawat-pesawat kecil seperti Hercules C-130 dengan
panjang 1.500 m, dan yang kedua untuk jenis pesawat besar seperti Boeing 737 dengan
panjang 2.300 m. Pemerintah provinsi Jawa Timur melalui Dishub dan LLAJ
mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar menambah panjang landasan pacu
700 meter lagi. “Dengan penambahan itu nantinya panjang landasan pacu di
Bandara Abd. Saleh Malang menjadi 3.000 meter dan juga dobel landasan pacunya.”
Dengan demikian, Bandara Abdulrachman Saleh sangat berpotensi menjadi Bandara
Internasional, sehingga pihak Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Pemprov Jatim
mengusulkan Kemenhub agar menambah panjang landasan pacu.[3]
Nama bandara ini diambil dari salah satu
pahlawan nasional Indonesia: Abdulrahman Saleh, dan sebelum bernama
Bandara Abdulrahman Saleh, bandara ini bernama Lapangan Terbang Bugis.
·
Sejarah
Pangkalan udara (Lanud) Bugis yang kini
dikenal dengan nama Lanud Abdulrachman Saleh dibangun oleh pemerintahan Belanda pada
era 1937-1940 bersamaan dengan pembangunan pangkalan-pangkalan udara lain
seperti Lanud Maospati (kini Pangkalan Udara Iswahyudi) di Madiun,
Lanud Panasan (Bandar Udara Internasional Adi
Sumarmo) di Solo,
dan Lanud Maguwo (Bandar Udara Internasional
Adisutjipto) di Jogjakarta.
Lanud Abdulrachman Saleh berada di lembah Bromo dan dikelilingi oleh beberapa
gunung yaitu Gunung Semeru (3.676m) di sebelah
timur, Gunung Arjuno (3.339m) di sebelah utara,
dan Gunung Kawi (2.551m)
dan Gunung Panderman (2.045m) di sebelah
barat. Pangkalan Udara Abdulrachman saleh terletak di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang,
atau 17 kilometer sebelah timur dari pusat Kota Malang,
secara letak astronomis berada
pada posisi 07.55 LS dan 112.42 BT.
Posisi Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh
begitu aman karena dikelilingi oleh benteng alam dan berada di kaki gunung, ini
menyebabkan Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh tidak tampak begitu jelas di
udara sehingga jika ada pesawat musuh melewati jalur udara di atasnya Pangkalan
Udara ini akan tertutup oleh kabut. Ini merupakan posisi yang sangat strategis
untuk pertahanan militer tersebut yang juga dijadikan alasan Belanda memilih Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang untuk
menjadi salah satu daerah pertahanan udaranya. Pemerintah Belanda pada waktu
itu sengaja membuat landasan pacu cukup panjang, sehingga dapat dipergunakan
untuk landing dan take off pesawat–pesawat berjenis lebar seperti pesawat bomber, Glynmartin, Fokker, dan Jagers.
Pada 17 Agustus 1952, atas pengorbanan dan
jasa-jasa Prof. Dr. Abdulrachman Saleh dalam
usahanya mengembangkan AURI dan
memperjuangkan bangsa Indonesia, Kepala Staf Angkatan Udara yang menjabat saat itu
yaitu Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma dengan dikeluarkannya surat Penetapan
Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 76/48/Pon.2/KS/52 yang berisi perubahan
nama-nama Pangkalan Udara tipe A salah satunya adalah perubahan Pangkalan Udara
Bugis menjadi Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh.
Setelah enam tahun sejak 25 Mei 2005
menggunakan terminal di dalam base ops Lanud Abdul Rachman
Saleh, pada tanggal 30 Desember 2011 penerbangan sipil di Abdul Rachman Saleh
menggunakan bandar udara yang terpisah dari base ops Lanud
Abdulrahman Saleh. Bandar udara ini dibangun dengan biaya mencapai Rp 139
miliar. Seperti diketahui, penerbangan sipil di bandara ini mulai dibuka sejak
1 April 1994 oleh Merpati Nusantara Airlines dengan
menggunakan pesawat Fokker F28. Karena sering mengalami keterlambatan (tidak
sesuai jadwal) mulai kurun waktu tahun 1996-1997 mengalami penurunan load
factor sampai 14,54 %. Pada tanggal 16 Juni 1997, PT Merpati Nusantara
Airlines secara resmi menghentikan kegiatan penerbangannya.
·
Maskapai
Penerbangan
Untuk penerbangan sipil melayani rute Malang-Jakarta dilayani oleh maskapai Sriwijaya Air, Garuda Indonesia, Batik Air, dan Citilink Indonesia .[5] Sedangkan untuk rute Malang-Denpasar dilayani oleh Wings Air, anak perusahaan dari Lion Air menggunakan pesawat Avions de Trasnport Regional, yaitu ATR 72 seri 500.[6] Selain itu rute Malang-Balikpapan yang dilayani oleh Kal Star Aviation. Sebelumnya Bandara Abdulrahman Saleh pada tahun 2007 sampai
dengan 2008 pernah melayani tiga rute penerbangan sekaligus yaitu Malang-Jakarta, Malang-Balikpapan-Tarakan, Malang-Makassar, Malang-Bandung, Malang-Banyuwangi, Malang-Yogyakarta, Malang-Lombok dan Malang-Denpasar. “Bandara Abd. Saleh merupakan bandara yang unik karena
merupakan satu-satunya bandara yang dikelola pemprov setempat, sedangkan
bandara lainnya dikelola PT Angkasa Pura.
Maskapai
|
Tujuan
|
·
Usulan agar menjadi
Bandar Udara Internasional
Wali kota Malang, Mochamad Anton mengusulkan
kepada Presiden Joko Widodo pada 24 Mei 2017, ketika Presiden berkunjung ke Kota Malang,
agar Bandara Abdul Rachman Saleh dinaikkan statusnya menjadi bandara internasional.[8] Hal
ini dikarenakan menurut sang wali kota, daerah Malang memiliki bayak objek
wisata menarik, terutama yang menjadi tren, yaitu Gunung Bromo dan Gunung Semeru.[8] Hal
ini disambut baik oleh Jokowi sehingga ia berjanji akan memerintahkan Kementerian Perhubungan (Kemhub)
untuk berkomunikasi dengan TNI AU.[9]
Impian ini sukar dicapai. Hal ini dikarenakan
bagi pihak TNI AU, Bandara Abdul Rachman Saleh sulit sekali menjadi bandara internasional.[10] Secara
rinci ketidakmungkinan ini dikarenakan oleh dikelilinginya bandara oleh
berbagai gunung berapi dan letak bandara yang
terletak pada kompleks vital TNI AU.[10] Oleh
karena itu, wacana pembangunan Bandar Udara Internasional Purboyo di Desa Srigonco, Kecamatan Bantur yang
terletak di bagian selatan Malang.[11] Usulan
ini telah disetujui oleh Kemhub,[12] namun
pada akhirnya, bandara ini batal dibangun.
·
Transportasi Darat
Taxi
Taksi di Bandara Abdul Rachman Saleh hanya memiliki satu
operator, yaitu Taksi Garuda yang merupakan salah satu komponen daei Koperasi TNI AU. Armada taksi ini hanyalah mobil
berjenis sedan. Taksi ini tidak menggunakan argo sama
sekali, melainkan menggunakan sistem ongkos per daerah
Angkutan Kota (
Angkot)
Karena merupakan bagian dari kompleks TNI AU, Bandara Abdul
Rachman Saleh tidak memiliki angkot yang melintas pas di depannya sama sekali.[14] Untuk
mendapatkannya, calon penumpang harus berjalan keluar area bandara yang
jaraknya 1 sampai 2 kilometer.[14] Jika
ingin berjalan kaki, perjalanan keluar area ini akan memakan waktu selama
15 menit.[14] Setelah
keluar kompleks, jika ingin menuju Kota
Malang, calon penumpang
harus mencari angkot jurusan LA.[15] Nanti,
penumpang akan tiba di Terminal
Arjosari yang
sudah merupakan bagian dari Kota Malang
Bandar Udara Abdul Rachman Saleh
Abdul Rachman Saleh Airport
|
|
·
IATA: MLG
·
ICAO: WARA
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik / Militer
|
Pemilik
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
Kabupaten
Malang, Jawa Timur, Indonesia
|
Ketinggian dpl
|
1.726 kaki /
526 m
|
Situs web
|
|
4. Bandar udara APT Pranoto
Bandar
Udara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto (IATA: SRI, ICAO: WALS), adalah sebuah
bandar udara di Kota Samarinda, Kalimantan
Timur. Bandara yang berlokasi di kawasan Sungai Siring ini beroperasi
pada 24 Mei 2018 dan diresmikan oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak[1] menggantikan
bandara sebelumnya, yakni Bandar Udara Temindung yang sudah
tidak dapat dikembangkan.[2] Nama
bandara ini diambil dari Gubernur Kalimantan Timur yang pertama, APT Pranoto.
Meskipun belum ada bukti dan pengakuan
tertulis bahwa bandara ini internasional, namun secara lisan sudah ada
kesepakatan antara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dengan Kementerian
Perhubungan tentang status bandara ini sebagai bandara internasional.
Bandara APT Pranoto sendiri memiliki luas area
13 hektare, terdiri dari sarana berupa gedung administrasi, runway 2.250 kali
45 meter, apron, taxiway 173 kali 23 meter, hanggar luas 36.342,4 meter
persegi, gedung ATC serta perumahan karyawan bandara.
Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto
Samarinda atau Bandara APT. Pranoto, direncanakan untuk menggantikan Bandara
Temindung Samarinda yang sudah tidak bisa dikembangkan lagi dengan panjang
runway 1040x23 dan ditengah pemukiman warga dan sering tergenang banjir ketika
hujan deras melanda. Selain itu Bandara Temindung berada dilokasi padat
penduduk sehingga rawan akan bahaya kemanan dan keselamatan penerbangan. Oleh
karenanya diperlukan bandara pengganti yang lebih memenuhi standar keamanan dan
keselamatan untuk melayani kebutuhan transportasi udara masyarakat samarinda
dan sekitarnya pada khususnya dan Kalimantan timur pada umumnya. Selain itu
juga diharapkan dengan dibangunnya Bandara APT. Pranoto Samarinda ini akan
mempercepat perkembangan dan konsep pemerataan ekonomi di wilayah Kalimantan
Timur dengan konsep multiply airport.
Bandara APT. Pranoto Samarinda merupakan
Bandar udara yang direncanakan melayani angkutan udara niaga dan non niaga,
berjadwal dan tak berjadwal dengan rute penerbangan dalam negeri dan luar
negeri. Tipe pesawat yang dilayani terkritis adalah Boeing 737-900ER. Namun
untuk tahap awal dioperasikan untuk ATR 72/500 dan sejenisnya. Dengan letak
geografis yang memiliki daerah cakupan yang luas yaitu samarinda, tenggarong,
bontang, sangata dan kutai kartanegara.
·
Sejarah
Pada tahun 1987, survei untuk
mencari lokasi bandara pengganti Temindung mulai dilakukan. Ada empat pilihan
lokasi, yakni Makroman, Loa Bakung, Pulau Atas, dan Sungai Siring. Pemprov Kaltim yang kala itu dipimpin
Gubernur Muhammad Ardans akhirnya
menjatuhkan pilihan pada Sungai Siring. Sejumlah persiapan pun mulai dilakukan,
mulai dari melengkapi perizinan sampai mengurus pematangan lahan.[5] Pemprov
Kaltim bersama Pemerintah Kota Samarinda pada tahun 1992 menyiapkan 300 hektare
lahan di Sungai Siring.[6] Pada
tahun anggaran 1995/1996 Pemprov Kaltim mengalokasikan dana senilai Rp1,5
miliar untuk pembebasan lahan seluas 300 hektare. Kemudian pada 1996 dilakukan
studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), RKL, dan RPL. Dilanjutkan
dengan pembuatan rencana induk Bandara Sungai Siring oleh Ditjen Perhubungan
Udara.
Proyek ini sempat tersendat akibat sengketa
antara Pemkot Samarinda dan kontraktor bandara waktu itu, PT NCR. Kemudian
proyek bandara diambil alih oleh Pemprov Kaltim.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara
resmi menerbitkan Sertifikat Bandar Udara (SBU) pada 15 Mei 2018. SBU nomor
145/SBU-DBU/V/2018 itu ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso. Dengan ditandatanganinya SBU itu, maka
Bandara APT Pranoto resmi dapat melayani penerbangan publik secara domestik.
Meskipun sementara Bandara APT Pranoto masih melayani penerbangan layaknya
pelayanan penerbangan Bandara Temindung.
Pada 25 Oktober 2018, Bandara APT Pranoto
diresmikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo[12] bersama
dengan Bandara Maratua di Kabupaten
Berau.
Maskapai
Maskapai penerbangan yang akan melayani menurut tujuannya
(berserta cargo) disusun sebagai berikut:
Maskapai
|
Tujuan
|
Transpor Darat
Bus
Bandar
Udara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto
Aji
Pangeran Tumenggung Pranoto International Airport
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
24 Mei 2018
|
Ketinggian dpl
|
82 kaki / 25 m
|
Situs web
|
5. Bandara Amahai
Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah mengembangkan Bandara Amahai di
Kota Masohi, Maluku Tengah, guna meningkatkan potensi ekonomi dan wisata di
wilayah tersebut.
Sekertaris Jenderal Perhubungan
Udara Kemenhub Isnis Istiartono mengatakan, Direktorat Jenderal (Ditjen)
Perhubungan Udara memberi perhatian khusus dalam membangun dan
mengembangkan bandara di wilayah
Indonesia bagian timur. Ini lantaran kawasan tersebut memiliki potensi ekonomi
dan wisata yang cukup menarik dan perlu dikembangkan.
"Ditjen Hubud menilai perlu memberikan
perhatian khusus dalam membangun dan mengembangkan bandara di wilayah
Indonesia bagian timur. Kami juga mengharapkan dengan kehadiran bandara, selain
untuk mempermudah pergerakan masyarakat setempat juga mampu mengangkat ekonomi
dan potensi pariwisata daerah setempat dan sekitarnya," tuturnya dalam
pernyataan tertulis, Sabtu (21/9/2019).
Berdasarkan informasi yang diberikan Kemenhub,
wilayah Maluku Tengah memiliki potensi ekonomi dan pariwisata yang cukup
menarik. Salah satunya Pantai Kuako, Bukit Kirai, dan beberapa spot menyelam
yang menyediakan pemandangan eksotik berupa biota laut dan terumbu karang.
Selain itu, Maluku Tengah juga mengunggulkan sektor
kelautan dan perikanan dalam potensi ekonomi, yakni investasi dari pengembangan
dan pengolahan hasil perikanan dan budidaya mutiara.
Kapasitas Bandara Amahai
Adapun Bandar Udara
Amahai saat ini memiliki gedung terminal seluas 290 m2 dengan luas apron 70 m x
45 m, runway sepanjang 1.050 m x 23 m serta taxiway 75 x 15 m, sehingga dapat
dilayani pesawat sejenis ATR- 42 dengan kapasitas terbatas.
Saat
ini maskapai Susi Air telah beroperasi melayani penerbangan perintis di bandara
tersebut dengan rute Ambon-Banda-Amahai Pulang-Pergi (PP) satu kali sepekan.
Sementara
itu, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Amahai, Akhmad Romi, mengharapkan
bahwa Bandar Udara yang dikelolanya dapat melayani penerbangan komersil.
"Bandar
Udara Amahai menargetkan untuk dapat melayani penerbangan komersil, yang saat
ini baru melayani penerbangan perintis berjadwal, pengembangan bandara akan
terus dilakukan secara bertahap sesuai dengan masterplan," ujar dia.
Rencana
pengembangan di Bandar Udara Amahai meliputi gedung terminal penumpang menjadi
1080 m2, runway menjadi 1.200 m x 30 m. "Pengembangan bandara secara
bertahap ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat," pungkas Romi.
IATA/ICAO :
|
AHI / WAPA
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Bandara :
|
Amahai Pulau Seram
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Data Umum Bandara :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bandara Amahai
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Informasi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jenis
|
Sipil
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Lokasi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
UTC+9
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
{{{coordinates}}}
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemandu
lalu lintas Udara
Pemandu Lalu Lintas Udara (bahasa Inggris: Air Traffic Controller, ATCer) atau Pemandu Lalu Lintas Penerbangan adalah
merupakan profesi/bidang
pekerjaan yang umumnya berfungsi memberikan layanan pemanduan lalu lintas di
udara, terutama terhadap lalu lintas penerbangan pesawat udara,
seperti pesawat terbang, helikopter dan
lainnya. Pesawat udara harus melalui jalu-jalur
penerbangan (airways) yang telah ditentukan dan sama sekali tidak
diperkenankan menyimpang dari airways [2][3] kecuali
dengan izin (clearance) dari ATC[3],
ada alat bantu navigasi di darat dan peralatan navigasi di pesawat yang
dapat dijadikan panduan agar pesawat berada pada jalur yang benar [3],
ATC mengawasinya antara lain dengan radio komunikasi antara pengawas
penerbangan dengan pilot atau penerbang dan dibantu juga dengan menggunakan
radar[3],
agar proses navigasi pesawat dapat terbantu dari titik keberangkatan hingga
tujuan, demikian pula keperluan pengamatan terhadap penerbangan.
Peran Pemandu Lalu Lintas Udara merupakan komponen penting dalam pemberian
pelayanan lalu lintas penerbangan, pencegahan agar pesawat udara tidak terlalu
dekat satu dan lainnya, pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara,
pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara dengan halangan dan
rintangan yang ada di sekitarnya selama beroperasi. ATC atau yang disebut
dengan Air Traffic Controller juga
memiliki peran penting dalam efisiensi serta kelancaran arus lalu lintas
penerbangan. ATC adalah rekan kerja terdekat pilot selama di udara, peran ATC
sangat besar dalam mencapai tujuan keselamatan penerbangan. ATC membantu pilot dalam
mengendalikan keadaan-keadaan darurat, memberikan informasi yang dibutuhkan
pilot selama penerbangan seperti informasi cuaca, informasi navigasi
penerbangan, dan informasi lalu lintas udara.
Air Traffic Controller adalah
salah satu profesi termuda di dunia[4].
Seperti profesi modern lainnya, Air Traffic Controller telah
berkembang dari kesederhanaan menuju kompleksitas & teknologi tinggi nan
canggih [4].
Profesi ini tidak ditemukan (discovered) atau diciptakan (invented),
tapi berevolusi secara bertahap, didorong oleh kebutuhan[4].
Meskipun saat ini peran Air Traffic Controller sangat
dibutuhkan, masih banyak orang yang tidak mengenal profesi Air Traffic Controller[4]. Air Traffic Controller adalah
pekerjaan dengan keterampilan khusus yang memiliki risiko tinggi dan kecepatan
pengambilan keputusan ditentukan detik perdetik (by seconds). Most
controllers are proud to be an air traffic controller, dan mereka ingin
meneriakkan hal itu kepada dunia jika bisa[4].
Semua aktivitas penerbangan di
dalam ruang udara terkontrol / Controlled Airspace diharuskan
memiliki komunikasi dua arah dengan unit-unit pemanduan lalu lintas penerbangan
yang terkait, untuk mendapat otoritasi / clearance dari Air Traffic Controller, yang
kemudian Air Traffic Controller akan
memberikan informasi, instruksi, kepada pilot atau penerbang sehingga
tercapai tujuan keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan
peralatan yang sesuai dan memenuhi standar yang berlaku pada masing-masing
negara. Air Traffic Controller juga
merupakan salah satu media strategis untuk menjaga kedaulatan suatu
wilayah/suatu Negara
Tower Makassar Air Traffic Services Center
|
|
Pekerjaan
|
|
Nama
|
|
Jenis pekerjaan
|
|
Sektor aktivitas
|
|
Deskripsi
|
|
Kompetensi
|
·
Hukum
Udara (bahasa Inggris: Air Law); Petunjuk dan peraturan yang relevan dengan Pemandu lalu
lintas udara
·
Peralatan
pemanduan lalu lintas udara (bahasa
Inggris: Air Traffic
Control Equipment);
Prinsip dasar, penggunaan, dan keterbatasan peralatan yang dugunakan dalam
pemanduan lalu lintas udara.
·
Pengetahuan
Umum (bahasa Inggris: General Knowledge); Prinsip dasar penerbangan, prinsip dasar operasi dan
fungsi pesawat udara, powerplants and
systems; performa pesawat yang relevan dengan operasi pemanduan lalu
lintas udara.
·
Kinerja
Manusia (bahasa Inggris: Human Performance); Kinerja Manusia termasuk prinsip-prinsip dasar
manajemen keadaan darurat dan manajemen
risiko
·
Meteorologi (bahasa
Inggris: Meteorology); Meteorologi Penerbangan: penggunaan dan apresiasi
terhadap dokumentasi dan informasi meteorologi;
asal mula dan karateristik dari fenomena cuaca, yang mempengaruhi terhadap
operasi dan keselamatan penerbangan; altimeter
·
Navigasi Penerbangan (bahasa
Inggris: Air
Navigation);
Prinsip dasar navigasi udara; kaidah, keterbatasan dan
akurasi sistem navigasi dan peralatan visual
·
Prosedur
Operasi (bahasa Inggris: Operational procedures); Pemanduan lalu lintas udara, komunikasi
penerbangan, radio telephony and prosedur phraseology (routine, non-routine dan
keadaan darurat); metode dokumentasi penerbangan; budaya keselamatan yang
terkait dengan penerbangan.
|
Pendidikan
dibutuhkan
|
200 per tahun (Indonesia) [1]
|
Pekerjaan
terkait
|
Tempat
Bekerja ATC
Pada umumnya Air Traffic Controller melakukan
aktivitas pekerjaannya di wilayah terbatas yang ada di suatu bandar udara.
Mereka bekerja dibelakang layar radar, di ruang kendali lalu lintas udara dan
diatas menara atau tower[6].
Menara ATC biasanya merupakan bangunan tertinggi di lingkungan bandara[6].
Menara ATC bandara besar biasanya beroperasi selama 24 jam. Semakin luas dan
besar bandaranya dan semakin panjang landasannya menara ATC yang ada ada pada
umumnya akan lebih tinggi[6].
Pemandu lalu lintas udara melaksanakan pekerjaannya pada
ruang-ruang operasi atau Menara/Tower pemanduan lalu lintas udara
sesuai dengan rating yang dimiliki. Yang melaksanakan
pekerjaannya diatas Menara ATC pada umumnya adalah unit Aerodrome
Control Tower, agar dapat melihat dengan jelas keadaan Movement Area, Manoeuvring Area di bandar udara dan ruang udara disekitarnya.Aerodrome
Control Tower adalah suatu unit Air Traffic Control yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan pengendalian lalu lintas penerbangan kepada
lalu lintas penerbangan di lapangan terbang[7].
Unit Aerodrome
Control Tower berfungsi memberikan Aerodrome
Control Sevice, yang tanggungjawabnya adalah ruang udara Aerodrome
Traffic Zone. Pengaturan hanya sebatas jarak pandang Air Traffic Controller di Tower.
Selain di Tower, Air Traffic Controller juga ada
yang melaksanakan pekerjaannya di ruang kendali lalu lintas udara. Pada umumnya
ruangan itu juga masih berada di sekitar Tower. Setelah pesawat
berhasil airborne dari suatu lapangan terbang dan akan/telah
meninggalkan ruang udara Aerodrome
Traffic Zone (ATZ), maka tanggungjawab pemberian pelayanan akan
ditranser oleh unit Aerodrome
Control Tower (TWR) kepada Approach
Control Unit (APP) sampai dengan ketinggian tertentu
sebelum ditransfer ke unit selanjutnya yang memberikan pelayanan pada ruang
udara yang lebih tinggi lagi. Approach Control
Unit (APP) adalah unit yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan pengendalian lalu lintas penerbangan kepada penerbangan dikendalikan
yang datang ke atau berangkat dari satu atau lebih lapangan terbang[8].
Pelayanan yang diberikan oleh Approach Control Unit adalah Approach
Control Unit (APP). Dibeberapa lokasi, ada juga unit Aerodrome
Control Tower (TWR) yang tergabung menjadi satu kesatuan
dengan Approach
Control Unit (APP) dan melaksanakan pemanduan dari atas
Menara / Tower.Approach
Control Unit (APP) bertanggungjawab memberikan pelayanan
pada dua jenis ruang udara, yaitu Terminal Control Area (TMA) dan Control
Zone (CTR).
Sebelum pesawat yang dipandu akan meninggalkan ruang udara
yang dilayani oleh Approach
Control Unit (APP), transfer pemanduan akan disampaikan kepada
unit selanjutnya yakni Area Control
Center (ACC). Unit Area Control
Center (ACC) pada umumnya beroperasi di dalam ruangan
operasi yang telah dilengkapi oleh berbagai peralatan pelayanan lalu lintas
penerbangan yang canggih. Air Traffic Controller yang
bekerja pada unit Area Control
Center (ACC) pada umumnya adalah yang telah memiliki
kompetensi keilmuan dan pengalaman yang tinggi dalam bidang lalu lintas udara.
Unit Area Control
Center (ACC) bertangggungjawab dalam pemberian Area Control Service dan
ruang udara yang menjadi wilayah tanggungjawabnya adalah Control Area
(CTA) .
BANDAR UDARA ( SWASTA)
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan telah siap
melepas pengelolaan 10 bandara kepada badan usaha pelat merah ataupun swasta.
Bandara-bandara ini akan dilepaskan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan
Badan Usaha (KPBU). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatajan bandara
yang paling siap untuk dilepas saat ini adalah Tjilik Riwut di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah. “Bandara Tjilik Riwut tahun ini bisa (dilepas),” kata
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika ditemui di Hotel Ritz Carlton,
Jakarta,
Sembilan bandara lainnya adalah Radin Inten II di Lampung, HAS
Hanandjoeddin di Bangka Belitung, F.L Tobing di Sibolga, dan Maimun Saleh di
Sabang. Selanjutnya, Bandara Fatmawati di Bengkulu, Sentani di Jayapura, serta
bandara di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nias.
Namun, Budi belum bisa memastikan kapan sembilan bandara ini
siap dilepas. Proses valuasi sembilan bandara tersebut belum rampung. Saat ini
Kementerian Keuangan masih menghitung nilai bandara-bandara tersebut.
(Baca: Kadin Dukung Rencana Pengelolaan Bandara oleh Swasta)
Sementara untuk Bandara Tjilik Riwut, proses valuasinya sudah selesai. “Tjilik
Riwut itu kira-kira Rp 200-400 miliar. Itu harganya yang relatif tidak besar
dan juga tidak kecil,” ujarnya. Saat ini 10 bandara tersebut masih dipegang
pengelolaannya oleh Kemenhub, melalui Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU).
Pihak swasta yang berminat mengelola bandara-bandara tersebut bisa mengajukan
dan bekerja sama dengan pemerintah. Jika tidak, Pemerintah akan menyerahkan
pengelolaannya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura I dan PT
Angkasa Pura II.
Pemerintah memang telah berencana melepas pengelolaan bandara-bandara yang selama ini dipegang Kemenhub kepada badan usaha. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pernah menjelaskan, kebijakan ini diperlukan agar pengelolaan bandara-bandara tersebut tidak lagi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, anggaran negara akan bisa dialokasikan lebih banyak lagi untuk pembangunan infrastruktur bandara baru. Terutama bandara yang dinilai kurang layak secara ekonomi dan tidak diminati swasta. Pelepasan aset ini tidak hanya dilakukan di pelabuhan, infrastruktur lain seperti pelabuhan dan jalan tol juga dilakukan hal yang sama.
Luhut memastikan dengan kebijakan ini bukan berarti pemerintah melepas aset negara sepenuhnya kepada swasta. Dia mencontohkan skema yang telah dilakukan pada jalan tol. Pemerintah memberikan hak konsesi kepada swasta untuk mengelola jalan tol dengan jangka waktu tertentu. Setelah masa konsesinya habis, aset tersebut harus dikembalikan lagi kepada negara. Luhut mengatakann, pemerintah juga mensyaratkan agar investasi seperti itu hendaknya memperhatikan lingkungan serta melibatkan masyarakat lokal. "Misal tahun pertama atau kedua masih sulit, tapi tahun ketiga atau keempat bisa digantikan tenaga kerja kita (lokal) yang sudah dididik," ujar Luhut saat itu.
1. Bandar Udara Internasional Radin Inten II
Bandar Udara Internasional Radin Inten II (bahasa Inggris: Radin Inten II International Airport), (IATA: TKG, ICAO: WILL), sebelumnya WICT, adalah bandar udara internasional yang melayani Kota Bandar Lampung di Provinsi Lampung, Indonesia. Nama bandar udara ini diambil dari nama tokoh yaitu Radin Inten II yang merupakan Kesultanan Lampung terakhir yang juga salah seorang Pahlawan Nasional asal Lampung. Bandar udara ini berlokasi di Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan berada di barat laut Kota Bandar Lampung.
·
Kereta Api
Pemerintah memang telah berencana melepas pengelolaan bandara-bandara yang selama ini dipegang Kemenhub kepada badan usaha. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pernah menjelaskan, kebijakan ini diperlukan agar pengelolaan bandara-bandara tersebut tidak lagi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, anggaran negara akan bisa dialokasikan lebih banyak lagi untuk pembangunan infrastruktur bandara baru. Terutama bandara yang dinilai kurang layak secara ekonomi dan tidak diminati swasta. Pelepasan aset ini tidak hanya dilakukan di pelabuhan, infrastruktur lain seperti pelabuhan dan jalan tol juga dilakukan hal yang sama.
Luhut memastikan dengan kebijakan ini bukan berarti pemerintah melepas aset negara sepenuhnya kepada swasta. Dia mencontohkan skema yang telah dilakukan pada jalan tol. Pemerintah memberikan hak konsesi kepada swasta untuk mengelola jalan tol dengan jangka waktu tertentu. Setelah masa konsesinya habis, aset tersebut harus dikembalikan lagi kepada negara. Luhut mengatakann, pemerintah juga mensyaratkan agar investasi seperti itu hendaknya memperhatikan lingkungan serta melibatkan masyarakat lokal. "Misal tahun pertama atau kedua masih sulit, tapi tahun ketiga atau keempat bisa digantikan tenaga kerja kita (lokal) yang sudah dididik," ujar Luhut saat itu.
1. Bandar Udara Internasional Radin Inten II
Bandar Udara Internasional Radin Inten II (bahasa Inggris: Radin Inten II International Airport), (IATA: TKG, ICAO: WILL), sebelumnya WICT, adalah bandar udara internasional yang melayani Kota Bandar Lampung di Provinsi Lampung, Indonesia. Nama bandar udara ini diambil dari nama tokoh yaitu Radin Inten II yang merupakan Kesultanan Lampung terakhir yang juga salah seorang Pahlawan Nasional asal Lampung. Bandar udara ini berlokasi di Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan berada di barat laut Kota Bandar Lampung.
Bandara ini
mengadopsi gaya futuristik dan memiliki gedung parkir berlantai empat di bawah
pengelolaan PT. Angkasa Pura II. Pembangunan gedung parkir
berkapasitas 800 hingga 1000 kendaraan ini bertujuan untuk mengantisipasi
peningakatan arus wisatawan menuju destinasi utama Lampung. Di antaranya arena
berselancar Pantai Tanjung Setia, Taman Nasional Way Kambas (ASEAN Heritage
Park Way Kambas), habitat alam lumba-lumba Teluk Kiluan, dan pesona bawah laut
di Pulau Pahawang.
Bandar Udara Internasional Radin Inten II di Provinsi Lampung merupakan
bandar udara umum yang sudah di serah terimakan kepada PT Angkasa Pura II pada 14 Oktober 2019.
Bandara Radin Inten II Bandar Lampung resmi ditetapkan sebagai bandar
udara bertaraf internasional. Keputusan Bandara Radin Inten II sebagai bandar
udara internasional sesuai keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 2044
Tahun 2018 tentang Penetapan Bandar Udara Radin Inten di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi
Lampung sebagai Bandar Udara Internasional.
Bandar Udara Internasional Radin Inten II
Radin Inten II
International Airport
|
|
·
ICAO: WILL
·
WMO: 96295
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Ketinggian dpl
|
282 kaki /
86 m
|
Sejarah Bandar Udara
Bandar Udara Internasional Radin
Inten II Lampung sebelumnya
bernama Pelabuhan Udara Branti adalah peninggalan Pemerintahan Jepang yang dibangun pada
tahun 1943. Pada Tahun 1946 diserahkan kepada Pemerintahan Republik
Indonesia Cq. Detasemen Angkatan Udara / AURI. Dari tahun 1946 s.d
1955 Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Detasemen Angkatan Udara /
AURI dan pada saat itu belum ada penerbangan komersial/ reguler.
Pada tahun 1955, pengelolaan
Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil (DPS) karena
pada tahun tersebut Detasemen Angkatan Udara / AURI memiliki pangkalan udara di
Menggala Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun
1956 Garuda Indonesian Airways merintis membuka
jalur penerbangan yang pertama kali dengan rute Jakarta – Tanjung Karang PP, dengan menggunakan
pesawat jenis Barron dan pada tahun itu juga penerbangan komersil dimulai
dengan frekuensi penerbangan tiga kali/minggu (jenis pesawat Barron diganti
Dakota) dengan panjang landasan pacu ± 900 M. Pada tahun 1963 secara resmi
Bandar Udara Branti dari AURI diserahterimakan kepada Residen Lampung dan pada
tahun 1964 diserahkan pengelolaannya kepada Djawatan Penerbangan Sipil (DPS).
Pada tahun 1975 (Pelita II Tahun I)
dimulai pembangunan landasan baru yang terletak disamping/sejajar dengan
landasan lama. Pembangunan landasan baru dengan maksud untuk dapat didarati
pesawat jenis F -28 dan sejenisnya. Secara bertahap
landasan dibangun dan pada saat itu panjangnya mencapai ± 1.850 M. Pada tahun
1976 pembangunan landasan beserta Apron yang baru telah selesai dan diresmikan
penggunaannya pada bulan Juni 1976 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Bapak Marsma Kardono dengan menggunakan pesawat F - 28 MK
3.000.
Pada tanggal 1 September 1985
istilah Pelabuhan Udara Branti dirubah menjadi Bandar Udara Branti dengan
singkatan Bandara Branti, sesuai dengan Telex Sekretaris Jenderal Departemen
Perhubungan No. 378/TLX/DEPHUB/VIII/85 Tanggal 22 Agustus
1985.
Sejak tanggal 11 Agustus 1989 PT.
GIA tidak melayani jalur penerbangan Jakarta – Tanjung Karang PP dialihkan
kepada PT. MNA diterbangi 7 Flight/hari dengan pesawat CN-235,
disamping itu juga ada insidentil Flight / Penerbangan Carter. Selain
untuk Jakarta –
Bandar Lampung PP, dilayani juga rute Palembang – Bandar
Lampung PP.
Terminal baru yang selesai dibangun
tahun 1995 diresmikan dalam pengoperasian oleh Menteri Perhubungan pada tanggal
22 Mei 1995. Bandara Branti dirubah menjadi Bandar Udara Radin Intan II
berdasarkan SK. Menteri Perhubungan No. KM. 10 Tahun 1997, tanggal
10 April 1997 diresmikan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 21 April 1997.
Terhitung mulai tanggal 29 April 2004 PT. MNA yang tadinya mengoperasikan
pesawat jenis Fokker F28 diganti dengan pesawat berbadan
lebar jenis Boeing 737-200 (MZ – 202 / Flight II).
Pada Tahun Anggaran 2004 landasan
pacu diperpanjang dari 1.850 M’ x 30 M’ menjadi 2.000 M’ x 30 M’. Maskapai
penerbangan Sriwijaya Air mulai membuka jalur
penerbangan pada tanggal 3 Mei 2005 dan Adam Air pada
tanggal 5 September 2005 dengan jenis pesawat yang sama yaitu Boeing 737 Series
200, sedangkan Riau Airlines pada tanggal 06 Nopember
2006 dengan jenis pesawat Fokker F50.
Pada Tahun Anggaran 2007 landasan
pacu diperpanjang dari 2.000 M’ x 30 M’ menjadi 2.250 M’ x 30 M’. Pada Tahun
2008 Maskapai penerbangan Adam Air (1 Maret 2008) dan Riau Airlines (2
Juni 2008) tidak melayani lagi jalur penerbangan ke Bandar Udara Radin Intan
II. Maskapai penerbangan Batavia Air mulai
membuka jalur penerbangan ke Bandar Udara Radin Intan II pada tanggal 8 Agustus
2008.
Pada awal tahun 2009 Garuda
Indonesia kembali membuka jalur penerbangan ke bandara ini dengan pesawat
Boeing 737-500. Selanjutnya landasan pacu kembali diperpanjang dan diperlebar
dari 2.250 M’ x 30 M’ menjadi 2.500 M’ x 45 M’ sehingga pada tahun yang sama
bandara ini bisa dimasuki pesawat Boeing 737-300 dan Boeing 737-400 secara
penuh.
Selanjutnya pada 2010-2011 dimulai
perluasan apron agar bandara ini dapat dimasuki pesawat Boeing 737-800 dan
Boeing 737-900ER secara penuh.Apron Bandara Radin Intan II yang pada saat itu
hanya bisa menampung 3 pesawat Boeing 737 klasik,diperluas kapasitasnya untuk
menampung 5 pesawat secara bersamaan.Pada saat bersamaan dimulai juga
konstruksi taxiway B untuk mempercepat arus keluar-masuk pesawat dari apron
nomor 4 dan 5.Pada tahun yang sama pula,Lion Air pun
membuka rute penerbangan ke Lampung.
Sejak tahun 2013 dimulailah renovasi
tahap pertama dari Bandar Udara Radin Intan II.Renovasi ini dianggap kurang
sempurna karena hanya mengubah sedikit saja dari bentuk asli bandara ini. Pada
tahun 2014 kembali diadakan perluasan apron sehingga Bandara Radin Intan II
dapat menampung 6 pesawat secara bersamaan.
Lalu pada 2015 dilanjutkan lagi
dengan konstruksi taxiway C dan perluasan apron,sehingga apron dapat menampung
7 pesawat secara bersamaan. Disaat Menteri Perhubungan Ignasius
Jonan melakukan kunjungan kerja ke Lampung,Jonan mengatakan
bahwa Bandara Radin Intan II harus dibenahi dan dibongkar total. Pada akhir
2015,maskapai Wings Air kembali membuka rute penerbangan
ke Lampung.
Pada tahun 2016,akhirnya dilakukan
renovasi besar-besaran di bandara ini (Selengkapnya lihat: Perluasan
bandara).Salah satu bagian dari perluasan pada tahun 2016 ini adalah kembali
diadakannya perluasan apron dan konstruksi taxiway D,sehingga kapasitas apron
meningkat dari 7 pesawat menjadi 8 pesawat,bahkan bisa menampung 10 pesawat
dalam kondisi darurat.Selain itu landasan pacu kembali diperpanjan dari 2.500
M’ x 45 M’ menjadi 3.000 M’ x 45 M’ agar dapat dimasuki pesawat berbadan lebar.
Ketika perluasan sudah selesai, beberapa maskapai seperti Garuda Indonesia dan
Lion Air mulai menambah frekuensi penerbangan ke Lampung.
Pada tahun 2017,maskapai
penerbangan Batik Air mulai membuka penerbengan ke
Lampung dengan pesawat Airbus A320,di mana ini merupakan debut perdana
A320 di bandara ini sejak perluasan pertama pada tahun 2004. [2]
Pada akhir tahun 2018 Bandara ini
ditingkatkan menjadi bandara internasional, pemerintah memberi waktu selama 6
bulan sejak diterbitkanya surat resmi peningkatan untuk otoritas bandara
mempersiapkan segala keperluan untuk penerbangan internasional seperti imigrasi,
bea dan cukai serta penambahan terminal 2 internasional yang akan dibangun
tahun ini.
Pada tanggal 8 Maret 2019, Bandara
ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjadi
bandara internasional, dengan menandatangani prasasti berbarengan dengan
peresmian Bandar Udara Silampari di Lubuk Linggau.
Pada 14 Oktober 2019 Pengelolaan
Bandara Radin Inten II oleh AP II diresmikan. Dalam perjanjian kerjasama.
Tepatnya antara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan dan PT Angkasa
Pura II (Persero). Perjanjian itu tentang Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Barang
Milik Negara pada Bandara Kelas I Radin Inten II Lampung.
Perluasan
Bandara
Pemerintah Provinsi
Lampung dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) sejak Juni 2012 telah menandatangani MoU tentang pengembangan dan
pembangunan Bandar Udara Internasional Radin Intan II Lampung.
MoU bernomor G/454/III.06/HK/2012 dan HK.201/1/14/DRJU-2012 itu dijadikan dasar kedua
belah pihak untuk mengembangkan bandara terbesar di Provinsi
Lampung tersebut menjadi bandara bertaraf internasional.
Targetnya, rencana pengembangan ini rampung pada Tahun 2017.
Transportasi Darat
·
Taksi
·
Puspa
Jaya Taxi
·
Bus
Rapid Transit (BRT)
·
Trans Lampung
·
Kereta Api
Untuk mendukung
pembangunan Bandara Internasional Radin Intan II sebagai bandara internasional
tahun 2019, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga akan membangun jalur kereta
api (KA) Tanjungkarang –
Bandara Internasional Radin Intan II Branti Lampung Selatan guna mengurai
kemacetan dan menata moda transportasi lebih baik.[7] Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) secara intensif akan mengoptimalkan moda transportasi kereta api
menjadi pilihan angkutan massal di Bandar Lampung. Mulai dari pembangunan
kereta bandara hingga kereta komuter di dalam kota dan antar kota.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, Kementerian
Perhubungan akan membangun stasiun KA Bandara dan Skybridge yang mempermudah
akses kereta menuju Bandara Radin Inten II.
Pembangunan tersebut ditargetkan akan selesai akhir 2020. Secara biaya,
proses pengerjaannya membutuhkan Anggara sekitar Rp 50-100 miliar.
Dalam pembangunan tersebut akan berkolaborasi antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan PT Kereta Api Indonesia. Saat ini jalur rel kereta dan
jaringannya sudah ada, jadi tinggal melakukan penyelesaian tanah serta
pengadaan-pengadaan lainnya seperti, gerbong keretanya.
Pembangunan kereta bandara di Lampung sangat dibutuhkan untuk mengurangi
kepadatan lalu lintas jalan, terutama di Bandar Lampung. Dengan adanya angkutan
massal kereta api, akan dapat memangkas perjalanan dari Bandar Lampung menuju
Bandara Radin Inten II.
Data Bandara
terminal penumpang
Bandara Radin Inten II saat ini memiliki luas 9 ribu meter persergi. Bandara
tersebut juga dilengkapi landasan pacu berdimensi 3.000 x 45 m, dengan luas
apron mencapai 59.950 meter persegi untuk mengakomodir 8 parking stand pesawat
dan gedung parkir yang mampu menampung 1000 kendaraan.
Saat ini kapasitas
terminal Bandara Raden Inten II mencapai 3,7 juta penumpang per tahun dengan
pergerakan penumpang sudah di atas 2 juta penumpang per tahun.
·
Jalan Raya dan Toll
·
Bus
·
Taksi
·
Kereta Monorel
·
Sewa Mobil
Bandar
Udara Angkasa Pura I
1. Bandar
Udara Internasional Juanda
Bandar
Udara Internasional Juanda (BUIJ) (bahasa Inggris: Juanda
International Airport)
(IATA: SUB, ICAO: WARR), adalah bandar udara internasional
yang terletak di Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, 20 km sebelah
selatan Surabaya. Bandara Internasional Juanda
dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I. Namanya diambil dari
Ir. Djuanda Kartawidjaja, Wakil Perdana Menteri (Waperdam)
terakhir Indonesia yang telah menyarankan pembangunan bandara ini. Bandara
Internasional Juanda adalah bandara tersibuk kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta berdasarkan
pergerakan pesawat dan penumpang. Bandara ini melayani rute penerbangan dari
dan tujuan Surabaya dan wilayah Gerbangkertosusila.
Bandara ini memiliki panjang landasan
3000 meter dengan luas terminal sebesar 51.500 m², atau sekitar dua kali lipat
dibanding terminal lama yang hanya 28.088 m². Bandara baru ini juga dilengkapi
dengan fasilitas lahan parkir seluas 28.900 m² yang mampu menampung lebih dari
3.000 kendaraan. Bandara ini diperkirakan mampu menampung 13 juta hingga 16
juta penumpang per tahun dan 120.000 ton kargo/tahun.
Bandar Udara Internasional Juanda
|
|
·
ICAO: WARR
·
WMO: 96935
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
·
Struktur
pada 1960
·
7
Februari 1964 (Terminal Domestik)
·
24
Desember 1990 (Terminal Internasional)
·
15
November 2006 (Terminal 1, Penerbangan Domestik)
·
14
Februari 2014 (Terminal 2, Penerbangan Domestik dan Internasional)
|
·
Citilink
·
Lion Air
|
Sejarah
Rencana untuk membangun satu
pangkalan udara baru yang bertaraf internasional sebenarnya sudah digagas sejak
berdirinya Biro Penerbangan Angkatan Laut RI pada tahun 1956. Namun demikian, pada
akhirnya agenda politik pula yang menjadi faktor penentu realisasi program
tersebut. Salah satu agenda politik itu adalah perjuangan pembebasan Irian Barat.
Berangkat dari tujuan membantu operasi TNI dalam pembebasan Irian Barat, pemerintah
menyetujui pembangunan pangkalan udara baru di sekitar Surabaya. Saat itu
terdapat beberapa pilihan lokasi, antara lain: Gresik, Bangil (Pasuruan)
dan Sedati (Sidoarjo). Setelah dilakukan survei, akhirnya
pilihan jatuh pada Kecamatan Sedati, Sidoarjo. Tempat ini dipilih karena selain
dekat dengan Surabaya, areal tersebut memiliki tanah yang sangat luas dan
datar, sehingga sangat memungkinkan untuk dibangun pangkalan udara yang besar
dan dapat diperluas lagi di kemudian hari.
Proyek pembangunan yang berikutnya
disebut sebagai “Proyek Waru” tersebut merupakan proyek pembangunan
lapangan terbang pertama sejak Indonesia merdeka. Proyek ini bertujuan
menggantikan pangkalan udara yang tersedia di Surabaya adalah landasan udara
peninggalan Belanda di Morokrembangan dekat Pelabuhan Tanjung Perak, yang sudah berada
di tengah permukiman yang padat dan sulit dikembangkan. Pelaksanaan proyek
Waru, melibatkan tiga pihak utama, yaitu: Tim Pengawas Proyek Waru (TPPW)
sebagai wakil pemerintah Indonesia, Compagnie d’Ingenieurs et
Techniciens (CITE) sebagai konsultan, dan Societe
de Construction des Batinolles (Batignolles) sebagai
kontraktor. Kedua perusahaan asing terakhir, merupakan perusahaan asal Perancis.
Dalam kontrak yang melibatkan tiga pihak tersebut, ditentukan bahwa proyek
harus selesai dalam waktu empat tahun (1960-1964).
Untuk membangun pangkalan udara
dengan landasan pacu yang besar (panjang 3000 meter dan lebar 45 meter) ini
membutuhkan pembebasan lahan yang luas keseluruhannya mencapai sekitar
2400 hektar.
Lahan tersebut tidak hanya berbentuk tanah, tetapi juga sawah dan rawa. Selain
itu juga dibutuhkan pasir dan batu dalam jumlah yang besar. Pasirnya digali
dari Kali Porong dan batunya diambil dari salah
satu sisi Bukit Pandaan yang, kemudian diangkut
dengan ratusan truk proyek menuju Waru. Jumlah pasir dan batu yang diperlukan
sekitar 1.1200.000 meter kubik atau 1.800.000 ton. Konon Jumlah pasir sebanyak
itu bisa digunakan untuk memperbaiki jalan Jakarta-Surabaya sepanjang
793 Km dengan lebar 5 m dan kedalaman 30 cm. Sedangkan jarak tempuh
seluruh truk proyek, bila digabungkan adalah sekitar 25 juta Km atau 600 kali
keliling bumi.
Dengan kegiatan proyek yang
berlangsung siang-malam dan dukungan kerjasama dari berbagai pihak (Pemerintah
Kota Surabaya, Komando Resor Militer (Korem) Surabaya, Otoritas Pelabuhan dan
masyarakat pada umumnya), akhirnya proyek tersebut dapat diselesaikan lebih
cepat dari waktu yang ditentukan. Pada tanggal 22 September 1963, berarti tujuh bulan
lebih cepat, landasan tersebut sudah siap untuk digunakan. Sehari kemudian satu
sortie penerbangan, yang terdiri empat pesawat Fairey Gannet ALRI, di bawah
pimpinan Mayor AL
(Pnb) Kunto Wibisono melakukan uji coba pendaratan untuk pertama kalinya.
Di tengah proses pembangunan bandara
ini, sempat terjadi krisis masalah keuangan. Ketika itu bahkan pihak Batignolles sempat
mengancam untuk hengkang. Penanganan masalah ini pun sampai ke Presiden
Sukarno. Dan Presiden Sukarno kemudian memberikan mandat kepada
Waperdam I Ir. Djuanda untuk mengatasi masalah ini hingga proyek ini selesai.
Pada tanggal 15 Oktober 1963, Ir. Djuanda mendarat
di landasan ini dengan menumpangi Convair 990 untuk
melakukan koordinasi pelaksanaan proyek pembangunan. Tidak lama setelah itu,
pada tanggal 7 November 1963 Ir. Djuanda
wafat. Karena dianggap sangat berjasa atas selesainya proyek tersebut dan untuk
mengenang jasa-jasa dia, maka pangkalan udara baru tersebut diberi nama Pangkalan
Udara Angkatan Laut (LANUDAL) Djuanda dan secara resmi dibuka
oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Agustus 1964. Selanjutnya
pangkalan udara ini digunakan sebagai pangkalan induk (home base)
skuadron pesawat pembom Ilyushin
IL-28 dan Fairey Gannet milik
Dinas Penerbangan ALRI.
Dalam perkembangannya muncul
keinginan maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA) untuk mengalihkan
operasi pesawatnya (Convair 240, Convair 340 dan Convair 440) dari lapangan
terbang Morokrembangan yang kurang memadai ke Djuanda. Namun, karena dalam
pembangunannya tidak direncanakan untuk penerbangan sipil, Lanudal Djuanda
tidak memiliki fasilitas untuk menampung penerbangan sipil sehingga kemudian
otoritas pangkalan saat itu berinisiatif merenovasi gudang bekas Batignolles untuk
dijadikan terminal sementara. Dan jadilah Lanudal Djuanda melayani penerbangan
sipil yang pengelolaannya sejak 7 Desember 1981 dilakukan
oleh Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI.
Pada 1 Januari 1985, pengelolaan bandara
komersial ini dialihkan kepada Perum Angkasa
Pura I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1984.
Seiring waktu berjalan, frekuensi penerbangan sipil disana pun bertambah.
Hingga akhirnya dibangun terminal khusus untuk melayani penerbangan sipil dan
melayani juga penerbangan internasional. Pada 24 Desember 1990, Bandara Juanda
ditetapkan sebagai bandara internasional dengan peresmian terminal penerbangan
internasional.
Terminal 1
Terminal 1 Bandara
Juanda dibuka pada tahun 2006. Terminal ini
terletak di sebelah utara landasan pacu. Terminal ini terbagi menjadi terminal
1A dan 1B. Terminal 1A untuk keberangkatan Citilink, Batik Air, Airfast Indonesia, dan untuk
keberangkatan Umroh. Terminal 1B untuk
keberangkatan Lion Air, Wings Air, Sriwijaya Air, NAM Air, Kalstar, Trigana Air, Susi Air, dan Travira Air. Beberapa tahun kemudian,
semakin banyak rute penerbangan dari dan ke Surabaya. Baik domestik, maupun
internasional. Hal ini membuat terminal ini menjadi overload. Kapasitas
sebenarnya hanya 6 juta penumpang/tahun. Namun pada tahun 2013,
jumlah penumpang yang berangkat dan datang menjadi 17 juta penumpang/tahun.
Akhirnya pemerintah memutuskan membangun terminal 2 yang berada di terminal
lama bandara juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2.
Terminal 2
Juanda. Terminal lama
dibongkar dan dibangun terminal 2. Terminal ini dibangun untuk mengurangi
kepadatan penumpang di terminal 1 yang sudah overload. Terminal ini dipakai
untuk keberangkatan Domestik Garuda Indonesia, dan Indonesia AirAsia, dan keberangkatan Internasional Garuda
Indonesia, Indonesia
AirAsia, Indonesia AirAsia X, Lion Air, AirAsia, Jetstar, Singapore Airlines, Silk Air, Cathay
Pacific, China Airlines, dan lain-lain. Setelah tertunda
beberapa bulan, terminal ini dijadwalkan beroperasi tanggal 14 Februari 2014.
Namun karena abu letusan Gunung Kelud, terminal ini ditunda operasinya hingga
beberapa hari. Terminal ini akan menampung 6 juta penumpang/tahun.
Terminal 3
Terminal 3 mulai
dibangun sejak awal tahun 2015 [1]. Terminal ini terletak di sebelah
timur Terminal 1 Juanda. Terminal ini dibangun demi mengurangi kepadatan
penumpang di terminal 1 dan 2 yang sudah overload. Rencananya, terminal ini
akan beroperasi pada tahun 2018. Terminal ini
memiliki landasan pacu tersendiri, berbeda dengan Terminal 1 dan 2 yang hanya
memiliki sebuah landasan pacu. Terminal ini berkonsep Airport City dan
dilengkapi pusat perbelanjaan, kereta monorel, dan akses bawah tanah ke terminal
1 dan 2 serta Jalan Tol Waru-Juanda
Transportasi Darat
·
Jalan Raya dan Toll
Bandara Juanda terkoneksi dengan Jalan Tol Waru-Juanda menuju ke
Surabaya sepanjang 15 km, yang menghubungkan Juanda dengan sistem jalam toll
Surabaya-Gresik, Surabaya-Malang dan Surabaya-Mojokerto.
Bandara ini juga dihubungkan dengan Jalan Raya Waru untuk ke Surabaya dan
Jalan Letjen S. Parman ke Sidoarjo.
·
Bus
Bus DAMRI disediakan oleh pemerintah setempat untuk mengantarkan penumpang
dengan Terminal Purabaya ke Surabaya yang dimulai
sejak bulan November 2006.
·
Taksi
Taksi Primkopal Juanda memberlakukan tarif tetap ke berbagai macam tujuan
di kota Surabaya dan daerah sekitarnya termasuk Malang, Blitar, Jember,
Tulungagung. Berbeda dengan bandara lainnya di Indonesia. Tiket taksi dapat
dibeli di loket yang terletak di pintu keluar bandara.
·
Kereta Monorel
Kereta Monorel akan dibangun dan diresmikan bersamaan dengan terminal 3
dan 4. Panjang relnya sekitar 20 km. Nantinya, akan memiliki 29 halte yang
jarak tiap haltenya antara 1,5 km hingga 2 km. Monorel ini juga memiliki 2
gerbong yang berkapasitas 200 orang.
·
Sewa Mobil
Terdapat penyewaan mobil beserta supir dengan harga relatif terjangkau,
dan merupakan transportasi alternatif bila ingin berkeliling Surabaya maupun ke
kota terdekat seperti Malang. Kios-Kios penyewaan yang telah disertifikasi
terdapat di bagian pengambilan bagasi. Berhati-hati bila ditawarkan penyewaan
harga miring oleh orang-orang diluar terminal, karena sering terjadi kasus
diturunkan ditengah jalan maupun penculikan.
Selain itu terdapat beberapa agen travel dari berbagai penjuru kota jawa
timur diantaranya dari kota Surabaya, Malang, Jember, Madiun dan kota lainnya.
Bandar
Udara Angkasa Pura II
Latar belakang pembangunan
·
Kereta api
·
Bus
·
Jalan Raya dan Jalan Tol
2. Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid
Bandar Udara Internasional
Zainuddin Abdul Madjid[1] (bahasa
Inggris: Zainuddin
Abdul Madjid International Airport) (IATA: LOP, ICAO: WADL) sebelumnya juga
dikenal dengan Bandar Udara Internasional Lombok, adalah Bandara domestik
dan internasional yang berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah,
provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Bandara ini dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I.[2][3] dan
dibuka pertama kali pada tanggal 1 Oktober 2011 untuk
menggantikan fungsi dari Bandara Selaparang Mataram.
Terletak persis di jantung pulau "eksotik" Lombok tepatnya di
Jalan Tanak Awu. Melayani
penerbangan domestik maupun international. Maskapai yang melayani rute domestik
antara lain yaitu Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, Lion Air, Wings Air,
Citilink, Sky Aviation, Trans Nusa Aviation, Indonesia Air Transport (Non
Reguler), dan Travira Air (Non Reguler). Rute internasional dilayani oleh Silk
Air dan AirAsia.
Pada tanggal 20 Oktober 2011 Presiden
RI Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan
bandara ini.[4] Arsitektur
bandara ini memiliki ciri khas rumah adat sasak, namun tentu saja
menggunakan bahan-bahan modern baja galvanis.
Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid
Zainuddin
Abdul Madjid International Airport
|
|
·
IATA: LOP
·
ICAO: WADL
·
WMO: 97240
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibangun
|
2006–2011
|
Ketinggian dpl
|
319 kaki / 97 m
|
Sejarah
Bandara
Udara Internasional Lombok atau disingkat sebagai BIL, mempunyai beberapa nama
yang diusulkan. Pada bulan Januari 2009 hasil jajak pendapat publik yang
dilakukan di Lombok menunjukkan bahwa Bandara Internasional Lombok (BIL) dipilih oleh 40,4% responden, Bandara
Internasional Sasak (BIS) 20%,
Bandara Internasional Rinjani (BIR) 46 16,7%, Bandara Internasional Mandalika (BIM)
10,9%, Bandara Internasional Selaparang (SIA) 8%, Bandara Internasional
Pejanggik (PIA) 2,9%, dan Bandara Internasional Arya Banjar Getas (ABGIA)
tetapi kini, Bandara Internasional Selaparang sudah tidak lagi berfungsi
sebagai bandar udara, oleh karena itu jajak pendapat tidak lagi didapatkan dari
Bandara Internasional Selaparang (SIA). Pada tanggal 5 September 2018, Bandara Internasional Lombok (BIL)
digantikan nama menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM)
Lokasi Bandara Internasional Lombok di Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah, pulau Lombok, Indonesia.
Bandara ini terletak sebelah tenggara Kota Mataram ibu
kota provinsi Nusa Tenggara Barat dan ± 8 kilometer selatan dari kota
kecil Praya, ibu kota Kabupaten Lombok Tengah.
Bandara ini dibangun di atas lahan seluas 550 hektare yang
menelan biaya Rp.625 miliar (US$73.100.000).
Ketika Bandara Internasional Lombok beroperasi,
semua jadwal penerbangan yang ada di Bandara Selaparang Lombok dipindahkan ke
bandara baru.
Dikarenakan Bandara Selaparang tidak bisa didarati
pesawat berbadan lebar maka diharapkan bahwa pelayanan internasional dan
domestik akan segera melengkapi rute untuk pesawat berbadan lebar yang tidak
bisa mendarat di Mataram.
Tahap – tahap pembangunan
Landasan pacu, taxiway dan apron berada dalam tahap akhir
instalasi konstruksi dan fasilitas di kuartal 3 tahun 2010. Terminal dan
fasilitas pendukung lainnya dalam tahap akhir penyelesaian pada akhir September
2011. Tanggal pembukaan bandara sudah di jadwalkan dan kemudian ditunda
berkali-kali. Dan diumumkan untuk pembukaan resmi pada tanggal 1 Oktober ini
sebagian menanggapi kebutuhan mendesak untuk beroperasi sebelum dimulainya
penerbangan Haji pada akhir tahun 2011.
Tahap I (2006-2009)
·
Runway: 45m x 2500m
·
Apron: 52.074 m²
·
Taxiway: 2 exit taxiway
·
Terminal: 12.000 m² (Penumpang, VIP,
Kargo)
·
Parkir: 17.500 m²
Tahap II (2013-2015)
·
Runway: 45m x 2750m
·
Apron: 63.294 m²
·
Taxiway: 2 exit taxiway
·
Terminal: 16.500 m² (2,4juta
penumpang per tahun)
·
Parkir: 29.100 m²
Tahap-III (2028)
·
Runway: 45m x 3600m
·
Apron: 74.514 m²
·
Taxiway: taxiway keluar dari 12, 2
taxiway keluar yang cepat, 1 paralel taxiway
·
Terminal: 28.750 m² (3.25juta
penumpang per tahun)
·
Parkir: 29.100 m²
1. Bandar
Udara Internasional Kualanamu
Bandar Udara Internasional Kualanamu (bahasa Inggris: Kualanamu International Airport) (IATA: KNO, ICAO: WIMM) adalah sebuah Bandar Udara Internasional yang melayani Kota Medan, Sumatra Utara. Bandara ini terletak di Kabupaten Deli Serdang, 23 km arah timur dari pusat kota Medan.[1] Bandara ini adalah bandara terbesar ketiga di Indonesia
(setelah Soekarno–Hatta Jakarta dan yang baru Bandar Udara
Internasional Kertajati Majalengka, Jawa Barat.[2] Lokasi bandara ini merupakan bekas areal perkebunan PT
Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa yang terletak di Beringin,
Deli Serdang, Sumatra Utara. Pembangunan bandara ini merupakan bagian dari MP3EI, untuk menggantikan Bandar Udara
Internasional Polonia yang telah
berusia lebih dari 85 tahun. Bandara Kualanamu diharapkan dapat menjadi bandara
pangkalan transit internasional untuk kawasan Sumatra dan sekitarnya. Bandara ini mulai beroperasi sejak 25 Juli 2013 meskipun ada fasilitas yang belum sepenuhnya selesai
dikerjakan.
Bandar Udara Internasional Kualanamu
Kualanamu
International Airport
|
|
·
IATA: KNO
·
ICAO: WIMM
·
WMO: 96035
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
25 Juli 2013
|
·
Lion Air
·
Susi Air
|
|
Ketinggian dpl
|
7.01 m / 23 kaki
|
Sejarah
Latar belakang pembangunan
Pemindahan bandara ke Kualanamu telah direncanakan sejak tahun 1992. Dalam kunjungan
kerja ke Medan oleh Menteri Perhubungan saat
itu, Azwar Anas,
berkata bahwa demi keselamatan penerbangan, bandara akan dipindah ke luar kota.
Persiapan pembangunan diawali pada 1 Agustus 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada
tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda. Sejak saat itu
kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga kecelakaan pesawat Mandala Airlines terjadi
pada 5 September 2005. Kecelakaan ini
menewaskan Gubernur Sumatra Utara Tengku Rizal Nurdin dan juga menyebabkan
beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara tewas akibat letak
bandara yang terlalu dekat dengan permukiman. Hal ini menyebabkan munculnya
kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang
lebih sesuai. Selain itu, kapasitas Polonia yang telah melebihi batasnya juga
merupakan salah satu faktor direncanakannya pemindahan bandara.
Rencana pembangunan selama bertahun-tahun terhambat masalah pembebasan
lahan. Pada 1 Juli 2006, baru 1.650 hektaree
lahan yang telah tidak bermasalah, sementara lahan yang dihuni 71 kepala
keluarga lainnya masih sedang dinegosiasikan. Pada 1 November 2006
dilaporkan bahwa Angkasa Pura II telah menyelesaikan
seluruh pembebasan lahan.
Perkembangan
Pada 1 November 2011,
bandara ini telah 70% selesai dan direncanakan selesai 100% pada tahun akhir
2012 yang termasuk jalan raya nontol, jalur kereta api & jalan raya tol
yang akan dibangun setelahnya.[4]
Pada awal tahun 2013, perkembangannya telah mencapai 95%.
Pada 10 Januari 2013,
bandara ini melakukan percobaan sistem navigasi dan teknis. Bandara ini dibuka
pada 25 Juli 2013.[5]
Pada 27 Maret 2014, bandara ini diresmikan operasionalnya oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan
dengan peresmian pembangunan beberapa bandara di Pulau Sumatra
Fasilitas
dan infrastruktur
Tahap
I bandara dapat menampung 8,1 juta-penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat per
tahun,[7] sementara setelah selesainya tahap II bandara ini
rencananya akan menampung 25 juta penumpang per tahun.
Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektaree dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektaree & fasilitas kargo seluas 1,3 hektaree. Bandara Internasional Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 777 & mempunyai 8 garbarata. Walaupun fasilitasnya belum terpasang, bandara ini sanggup didarati oleh pesawat penumpang Airbus A380, Antonov An-225, dan Boeing 747-8. Bandara ini juga adalah bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380 selain Surabaya, Jakarta, dan Batam.
Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektaree dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektaree & fasilitas kargo seluas 1,3 hektaree. Bandara Internasional Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 777 & mempunyai 8 garbarata. Walaupun fasilitasnya belum terpasang, bandara ini sanggup didarati oleh pesawat penumpang Airbus A380, Antonov An-225, dan Boeing 747-8. Bandara ini juga adalah bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380 selain Surabaya, Jakarta, dan Batam.
Transportasi darat
·
Kereta api
Artikel
utama: Kereta api Airport Railink Services
Pembangunan Tahap I disertai pula oleh pembangunan jalur kereta api dari Stasiun
Araskabu di kecamatan Beringin ke bandara yang
berjarak sekitar 450 meter. Stasiun Araskabu sendiri terhubung ke Stasiun Medan dengan
jarak 22,96 kilometer. Jarak tempuh dari Medan hingga Kuala Namu berkisar
30-47 menit (kereta menuju bandara diprioritaskan dalam penggunaan rel tunggal
Medan-Kualanamu). Stasiun di bandara sudah selesai dan telah dioperasikan sejak
25 Juli 2013. Harga tiket kereta api Kualanamu-Medan PP adalah Rp80.000.00.
Frekuensi perjalanan terus ditingkatkan, dari awalnya 13 kali per arah pada
awal pengoperasian, meningkat menjadi 17-18 perjalanan, dan mulai Mei 2014, 20
kali per arah. Pada awalnya kereta api yang dipakai adalah KRDE buatan INKA,
lalu pada November 2013 kereta baru dari Korea Selatan yang
dilengkapi Wi-Fi mulai digunakan menggantikan KRDE INKA. Layanan kereta api ini
dioperasikan oleh PT Railink yang merupakan perusahaan patungan PT Angkasa Pura II dan PT Kereta Api Indonesia. Kereta api ini
merupakan kereta api bandara pertama di Indonesia.[2]
·
Bus
Bandara ini terhubung melalui angkutan bus dengan kota Medan,
Binjai, Pematangsiantar, Kabanjahe,
dan Gunung Sitoli.
Operator
|
Rute
|
Lokasi
|
Damri
|
Plaza Medan Fair
|
|
Almasar
|
Jalan Cemara
|
|
ALS
|
Jalan Ring Road
|
|
ALS
|
Binjai Super Mall
|
Binjai
|
Paradep
|
Jalan Sutomo
|
|
Almasar
|
Kabanjahe
|
|
Trans Medan
|
Jalan Pisang Raya
|
·
Jalan Raya dan Jalan Tol
Bandara Kualanamu terkoneksi dengan Jalan Tol
Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi menuju ke Medan.
Bandara ini juga menghubungkan dengan Jalan Raya Sultan Serdang untuk ke
Medan dan Jalan Bakaran Batu ke Deli Serdang.
·
Kereta api
·
Taksi
·
Sewa mobil
·
Taksi gelap
·
Jalan Raya dan Jalan Tol
·
Kereta Cepat
·
LRT
·
MRT
Opsi perluasan yang ditawarkan
Opsi landas pacu 3
2. Bandar
Udara Internasional Soekarno – Hatta
Bandar Udara Internasional
Soekarno–Hatta (bahasa
Inggris: Soekarno–Hatta International Airport) (IATA: CGK, ICAO: WIII) disingkat SHIA[7] atau Soetta atau
Bandar Udara Cengkareng (bahasa
Inggris: Cengkareng Airport)
(dengan IATA penunjuk
"CGK"), merupakan sebuah bandar udara utama
yang melayani penerbangan untuk Jakarta, Indonesia.
Bandar udara ini diberi nama sesuai dengan nama dwitunggal tokoh proklamator
kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Mohammad
Hatta, yang sekaligus merupakan Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia pertama. Nama populer dalam masyarakat adalah Bandara
Cengkareng oleh karena berdekatan dengan wilayah Cengkareng, Jakarta Barat, meskipun secara
geografis berada di Kecamatan Benda, Kota
Tangerang.
Bandara ini mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1985, menggantikan Bandar Udara Kemayoran (penerbangan
domestik) di Jakarta Pusat, dan Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Bandar Udara Kemayoran telah ditutup,
sementara Bandar Udara Internasional Halim
Perdanakusuma masih beroperasi, melayani penerbangan charter
dan militer. Terminal 2 dibuka pada tanggal 11 Mei 1992.
Soekarno-Hatta memiliki luas 18 km², memiliki 2
landasan paralel yang dipisahkan oleh 2 taxiway sepanjang
2,4 km. Terdapat dua bangunan terminal utama: Terminal 1 untuk semua
penerbangan domestik kecuali penerbangan yang dioperasikan oleh Garuda
Indonesia dan Terminal 2 melayani semua penerbangan
internasional kecuali penerbangan Garuda.
Terminal 1 adalah terminal pertama yang dibangun, selesai
pada tahun 1985. Terletak di sisi selatan bandara, di seberang Terminal 2.
Terminal 1 memiliki 3 sub-terminal, masing-masing dilengkapi dengan 25 loket
check-in, 5 loket bagasi dan 7 Gerbang. Ini memiliki kapasitas untuk menangani
9 juta penumpang per tahun. Setiap bangunan terminal dibagi menjadi 3 concourse.
Terminal 1A, 1B, dan 1C. digunakan (kebanyakan) untuk penerbangan domestik oleh
maskapai lokal. Terminal 1A melayani penerbangan oleh Lion Air (Kecuali
Sumatra dan Bali), Dan Wings Air. Terminal 1B melayani
penerbangan Lion Air (Khusus Sumatra Dan Bali). Sedangkan terminal 1C
melayani penerbangan oleh Batik Air Domestik dan Citilink Domestik.
Gerbang di Terminal 1 memiliki awalan A, B Dan C. Gerbangnya adalah A1-A7,
B1-B7 dan C1-C7. Dalam rencana baru, Terminal 1 akan memiliki kapasitas
meningkat menjadi 18 juta penumpang per tahun
Terminal 2D dan 2E digunakan untuk melayani semua
penerbangan internasional kecuali Garuda Indonesia. Terminal 2D untuk semua
maskapai asing yang dilayani oleh PT Jasa Angkasa Semesta, salah satu kru darat
bandara. Terminal 2E dan 2F untuk penerbangan internasional untuk maskapai
lokal.
Terminal 3 selesai dibangun pada tanggal 15 April 2009. Terminal 3 ini akan
dipergunakan sementara oleh Maskapai penerbangan berbiaya murah. Saat ini ada 2
Maskapai penerbangan yang menggunakan Terminal 3 yaitu Indonesia
AirAsia dan Mandala
Airlines. Dan direncanakan dapat didarati pesawat model Airbus A380.
SHIA melakukan pendaratan perdana pesawat A380 (SQ-232) pada
tanggal 4 Mei 2012 walaupun status
pendaratan sendiri adalah divert landing. Ketika penyelesaian
Terminal 3 telah dibuka,seluruh penerbangan Garuda
Indonesia akan berpindah ke Terminal 3 dan maskapai pengguna
lama akan kembali tempat semula.
Bandar udara ini dirancang oleh arsitek Prancis Paul Andreu,
yang juga merancang Bandar Udara Charles de Gaulle di
Paris, Prancis. Salah satu karakteristik besar bandara ini adalah gaya
arsitektur lokalnya, dan kebun tropis di antara lounge tempat
tunggu.
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta memiliki 180 gerai
lapor-masuk (check-in counter), 42 pengklaiman bagasi, dan 45 gerbang.
Setiap sub-terminal (A-F, terminal 1-2) memiliki 25 gerai lapor-masuk, 5
pengklaiman bagasi (8 di 2D-2E) dan 7 gerbang. Terminal 3 memiliki 30 gerai
lapor-masuk, 6 pengklaiman bagasi dan 3 gerbang.
PT Angkasa Pura II sedang merencanakan pembangunan terminal
baru dengan fitur desain yang modern. Terdapat sebuah rencana besar untuk
membangun 5 terminal penumpang + 1 terminal haji dan 4 landasan pacu.
Bandar udara ini membebankan pajak sebesar Rp. 150.000 (US$15) untuk setiap
penumpang internasional dan Rp. 40.000 (US$4) untuk setiap penumpang domestik.
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta
Soekarno–Hatta
International Airport
|
|
·
IATA: CGK
·
ICAO: WIII
·
WMO: 96749
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
01 Mei 1985
|
·
Citilink
·
Lion Air
·
Nam Air
|
|
Ketinggian dpl
|
32 kaki / 10 m
|
Sejarah
Latar belakang
Antara 1928–1974, Bandar Udara Kemayoran yang ditujukan
untuk penerbangan domestik dianggap terlalu dekat dengan basis militer
Indonesia, Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara
meningkat cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional.
Pada awal 1970-an,
dengan bantuan USAID,
delapan lokasi potensial dianalisis untuk bandar udara internasional baru,
yaitu Kemayoran, Malaka, Babakan, Jonggol, Halim, Curug, Tangerang Selatan, dan
Tangerang Utara. Akhirnya, Tangerang Utara dipilih dan ditandai juga Jonggol
dapat digunakan sebagai bandara alternatif. Sementara itu, pemerintah memulai upgrade terhadap
Bandar Udara Halim Perdanakusumah untuk melayani penerbangan domestik.
Antara 1974-1975,
sebuah konsorsium konsultan Kanada mencakup Aviation Planning Services Ltd., ACRESS
International Ltd., dan Searle Wilbee Rowland (SWR), memenangi tender untuk
proyek bandara baru. Pembelajaran dimulai pada 20 Februari 1974 dengan total
biaya 1 juta Dolar Kanada. Proyek 1 tahun tersebut disetujui
oleh mitra dari Indonesia yang diwakili oleh PT Konavi. Pada akhir Maret 1975, pembelajaran ini
menyetujui rencana pembangunan 3 landasan pacu, jalan aspal, 3 bangunan
terminal internasional, 3 terminal domestik, dan 1 terminal Haji. Terminal domestik
bertingkat 3 dibangun antara 1975-1981 dengan
biaya US$465 juta dan sebuah terminal domestik termasuk apron dari 1982-1985 dengan biaya
US$126 juta. Sebuah proyek terminal baru, diberi nama Jakarta
International Airport Cengkareng (kode: JIA-C), dimulai
Terminal
Bandara yang memiliki tanah seluas 18 km² ini memiliki
2 landasan pacu paralel utama masing-masing sepanjang 3,66 km yang
terhubung oleh 2 taxiway silang. Ada 3 bangunan terminal utama
yaitu; Terminal 1 (penerbangan domestik saja), Terminal 2 (penerbangan
internasional dan penerbangan domestik), dan Terminal 3 Ultimate (Air Asia
internasional , Citilink Internasional dan Garuda Indonesia semua rute). Ada
juga terminal angkutan untuk kargo domestik dan kargo internasional.
Terminal
|
Gerai
lapor-masuk |
Pengambilan
bagasi |
Gerbang
|
1A
|
25
|
5
|
7
|
1B
|
25
|
5
|
7
|
1C
|
25
|
5
|
7
|
2D
|
25
|
8
|
7
|
2E
|
25
|
8
|
7
|
2F
|
25
|
5
|
7
|
3
|
244
|
13
|
28
|
Total
|
394
|
49
|
70
|
Terminal
1
Artikel utama: Terminal 1
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta
Terminal
1 adalah terminal pertama dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang
mengoperasikan penerbangan domestik kecuali Garuda
Indonesia karena mereka mengoperasikan penerbangan domestik di
Terminal 2. Terminal ini selesai pada tanggal:
1 Mei 1985; 34 tahun lalu
dan terletak sebelah selatan bandara, di seberang Terminal 2. Terminal ini memiliki 3 sub-terminal. Setiap sub-terminal memiliki 25 gerai lapor-masuk, 5 pengambilan bagasi, dan 7 gerbang. Gerbang di Terminal 1 memiliki awalan huruf A, B, dan C. Gerbangnya adalah A1-A7, B1-B7, dan C1-C7. Saat ini Terminal 1 memiliki kapasitas sebesar 9 juta penumpang per tahun dan akan dikembangkan menjadi 18 juta penumpang per tahun.
1 Mei 1985; 34 tahun lalu
dan terletak sebelah selatan bandara, di seberang Terminal 2. Terminal ini memiliki 3 sub-terminal. Setiap sub-terminal memiliki 25 gerai lapor-masuk, 5 pengambilan bagasi, dan 7 gerbang. Gerbang di Terminal 1 memiliki awalan huruf A, B, dan C. Gerbangnya adalah A1-A7, B1-B7, dan C1-C7. Saat ini Terminal 1 memiliki kapasitas sebesar 9 juta penumpang per tahun dan akan dikembangkan menjadi 18 juta penumpang per tahun.
Terminal
2
Artikel utama: Terminal 2
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta
Terminal
yang selesai pada tanggal
11 Mei 1992; 27 tahun lalu
terletak di sisi utara bandara, berseberangan dengan Terminal 1. Terminal 2 memiliki 3 sub-terminal, masing-masing dilengkapi dengan 25 gerai lapor-masuk, 5 pengambilan bagasi (8 unit di subterminal D dan E), dan 7 gerbang. Gerbang di Terminal 2 memiliki awalan huruf D, E, dan F. Gerbangnya adalah D1-D7, E1-E7, dan F1-F7. Saat ini Terminal 2 memiliki kapasitas sebesar 9 juta penumpang per tahun dan akan dikembangkan menjadi 19 juta penumpang per tahun.
11 Mei 1992; 27 tahun lalu
terletak di sisi utara bandara, berseberangan dengan Terminal 1. Terminal 2 memiliki 3 sub-terminal, masing-masing dilengkapi dengan 25 gerai lapor-masuk, 5 pengambilan bagasi (8 unit di subterminal D dan E), dan 7 gerbang. Gerbang di Terminal 2 memiliki awalan huruf D, E, dan F. Gerbangnya adalah D1-D7, E1-E7, dan F1-F7. Saat ini Terminal 2 memiliki kapasitas sebesar 9 juta penumpang per tahun dan akan dikembangkan menjadi 19 juta penumpang per tahun.
Pada 28 November 2011, Garuda Indonesia dan
Angkasa Pura II membuat nota kesepahaman tentang pengelolaan Terminal 2E dan
2F, yang akan hanya digunakan oleh Garuda Indonesia untuk mengantisipasi ASEAN
Open Sky Policy pada tahun 2015. Terminal 2E akan digunakan untuk
perjalanan internasional dan Terminal 2F untuk penerbangan domestik. Garuda
Indonesia mengatakan bahwa ia akan berbagi menggunakan Terminal
Internasional-nya dengan anggota SkyTeam lainnya
ketika Garuda Indonesia efektif bergabung pada tahun 2014. Prediksi waktu
transfer domestik adalah 30 menit untuk domestik dan tidak lebih dari 45 menit
untuk penumpang internasional. Saat ini Sky Team memiliki 12
anggota, tetapi tidak semua dari mereka telah terbang ke Indonesia.
Terminal
3
Artikel utama: Terminal 3
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta
Tahap pertama dari terminal 3, yang terdiri dari yang
pertama dari 2 tahap pengembangan yang direncanakan, dibuka pada tanggal
15 April 2009; 10 tahun lalu.
Terminal ini mengadopsi desain yang berbeda dari terminal 1 dan 2, yaitu dengan menggunakan konsep eco-friendly dan modern. Terminal 3 ini berada di sebelah timur Terminal 2. Saat ini, Terminal 3 menjadi pangkalan bagi Air Asia, Mandala Airlines, dan Lion Air. Dengan kapasitas 4 juta penumpang per tahun, Terminal 3 sekarang memiliki 30 gerai lapor-masuk, 6 pengklaiman bagasi, dan 3 gerbang. Pengembangan Terminal 3 akan dirancang berbentuk 'U' dengan kapasitas total 25 juta penumpang per tahun.
15 April 2009; 10 tahun lalu.
Terminal ini mengadopsi desain yang berbeda dari terminal 1 dan 2, yaitu dengan menggunakan konsep eco-friendly dan modern. Terminal 3 ini berada di sebelah timur Terminal 2. Saat ini, Terminal 3 menjadi pangkalan bagi Air Asia, Mandala Airlines, dan Lion Air. Dengan kapasitas 4 juta penumpang per tahun, Terminal 3 sekarang memiliki 30 gerai lapor-masuk, 6 pengklaiman bagasi, dan 3 gerbang. Pengembangan Terminal 3 akan dirancang berbentuk 'U' dengan kapasitas total 25 juta penumpang per tahun.
Terminal 3 telah resmi dibuka untuk penerbangan
internasional pada tanggal 15 November 2011
ketika Indonesia AirAsia mulai menggunakan
Terminal 3, karena itu ini telah menjadi basis baru untuk penerbangan
internasional bersama-sama dengan penerbangan AirAsia domestik dan
internasional. Transfer antar Terminal akan diminimalkan. Lion Air memulai
menggunakan Terminal 3 ini terhitung sejak tanggal 30 Maret 2012,
sejumlah rute yang akan dilayani dari Terminal 3 oleh Lion Air yaitu
Jakarta menuju Denpasar, Bima, Tambolaka, Maumere, Ende, dan
Labuan Bajo. perpindahan sebagian penerbangan tersebut disebabkan adanya
permintaan dari penumpang Lion Air. Sementara, PT Angkasa Pura II (Persero) selaku
pemilik sarana bandara, akhirnya mengizinkan Lion Air menempati Terminal 3.
Pada tanggal 9 Agustus 2016 pukul 00.00 Terminal 3 Ultimate dibuka. Seluruh
penerbangan Garuda Indonesia baik Keberangkatan maupun
Kedatangan Domestik dipindah operasionalnya dari Terminal 2 ke Terminal 3.
Terminal 3 dilengkapi dengan BHS level 5 untuk mendeteksi
bom, sebuah Airport Security System (ASS) yang dapat mengendalikan hingga 600
CCTV untuk mendeteksi wajah-wajah yang tersedia di register keamanan,
Intelligence Building Management System (IBMS) yang dapat mengendalikan
penggunaan Air dan listrik (ecogreen), sistem air hujan untuk menghasilkan air
bersih dari hujan, sistem air daur ulang untuk menghasilkan air toilet dari air
toilet bekas, dan kontrol teknologi iluminasi untuk menerangi terminal
tergantung pada cuaca di sekitar terminal. Terminal 3 akan bisa melayani 60
pesawat dari 40 pesawat saat ini.
Terminal
4
Artikel utama: Terminal 4
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta
Rencananya, Terminal 4 akan berada di utara Terminal 3, dan
berada sebelah timur-laut Terminal 2 yang masih berada di sebelah utara
bandara. Terminal 4 akan dibangun pada tahap ke-4. Terminal ini akan dirancang
berbentuk 'H'
dan menggunakan desain eco-friendly dan modern, sama seperti
desain Terminal 3. Pembangunan Terminal 4 akan dimulai pada tahun 2021 dengan
diawali dengan pembebasan lahan di sekitar wilayah utara bandara.
Terminal
Kargo
Terminal kargo terletak di sisi timur Terminal 1. Terminal
ini digunakan untuk menangani kargo di Bandara Internasional Soekarno-Hatta,
baik kargo domestik maupun kargo internasional. Dalam perencanaannya yang
terbaru, Terminal Kargo akan dipindahkan ke sisi barat Terminal 2 dengan
kapasitas yang lebih besar dari kapasitas Terminal Kargo yang sekarang ini.
Transportasi
Dari dan ke Bandara
·
Bus
Bus DAMRI tersedia menuju
ke pusat kota, termasuk ke stasiun kereta Gambir dan terminal lain. Juga
tersedia bus untuk pindah terminal, dari terminal 1, 2, 3 termasuk juga
terminal keberangkatan/kedatangan internasional. Rute rute yang dilayani oleh
Bus dari Bandar Udara International Soekarno-Hatta :
·
Kereta api
Artikel
utama: Kereta rel listrik Airport Railink
Services
Pada Juli 2011, pemerintah telah memberi tugas
kepada PT Kereta Api Indonesia untuk
membangun kereta api yang menghubungkan Stasiun
Manggarai ke Bandara melalui Tangerang dengan
biaya Rp2.25 triliun (US$ 250 juta). Jalur sepanjang 7 km akan dibangun
untuk menghubungkan stasiun kereta
komuter di Tangerang dan
bandara selain untuk mempercepat kinerja kereta api. Jalur tunggal yang ada di
komuter antara Manggarai dan Batuceper akan
diperluas menjadi 2 jalur. Jalur tersebut akan menghubungkan stasiun Manggarai, Sudirman Baru, Duri, Batuceper dan
Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pemerintah juga menawarkan jalur ekspress
sepanjang 33 KM antara Stasiun
Manggarai dan bandara melalui Angke dan Pluit kepada investor
sebagai Public Private Partnership (PPP). Pada Maret 2012,
pemerintah memutuskan untuk mempercepat pembangunan kereta api komuter jalur
ganda yang diprediksi akan mulai beroperasi pada pertengahan 2013.
Sekarang PT KAI sedang mempelajari titik masuk
di bandara, ketika kereta akan memasuki bagian belakang bandara melalui gerbang
M1 atau berjalan berdampingan dengan koridor Jakarta Outer Ring Road sebelum
memasuki bandara. Per 26 Desember 2017, kereta api bandara
sudah dioperasikan dari Stasiun BNI
City menuju Bandara Soekarno-Hatta dan
telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2018.
·
Taksi
Tersedia banyak taksi, mulai dari Blue Bird Grup (Blue
Bird, Pusaka Biru, Pusaka Sentra, Pusaka Nuri, Morante, Silver Bird (VIP),
dll), Express Grup (Express, Express VIP), Transcab, Yellow Cab, Celebrity
Grup, Mersindo, Golden Taxi, Primajasa ,Putera, dll.
Dikenakan biaya surcharge berkisar antara Rp9.000 -
11.000 untuk setiap taksi yang keluar dari bandara. Perlu diperhatikan bahwa
banyak taksi yang beroperasi tidak menggunakan argo melainkan tawar-menawar
langsung dengan pengemudinya, pastikan bahwa argo menyala sebelum taksi mulai
berjalan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
·
Sewa mobil
Ada banyak pilihan jasa persewaan mobil ketika kita tiba di terminal
kedatangan. Beberapa agen jasa sewa mobil di antaranya adalah TRAC, Primajasa
RedWhite Star, Hertz, Avis, Cipaganti, dan masih ada banyak agen sewa mobil
lainnya.
·
Taksi gelap
Taksi gelap yang dioperasikan perorangan juga banyak ditemui ketika keluar
dari terminal kedatangan baik domestik maupun internasional. Taksi gelap ini
menawarkan harga yang konon lebih murah dibanding dengan taksi resmi, tetapi
tentunya belum tentu lebih murah dan tidaklah dianjurkan karena keselamatan
tidak terjamin. Tetapi kebanyakan terdapat taksi gelap yang menawarkan tarif
belasan bahkan puluhan kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan taksi resmi.
·
Jalan Raya dan Jalan Tol
Bandara Soekarno Hatta terkoneksi dengan Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo menuju
ke Jakarta.
Bandara ini menghubungkan dengan Jalan Raya Soekarno Hatta ke Jakarta dan
Jalan Jenderal Sudirman ke Tangerang.
·
Kereta Cepat
Kereta cepat akan terkoneksi dengan Bandara Soekarno Hatta.
·
LRT
Light Rail Transit (LRT) akan terkoneksi dengan Bandara Soekarno Hatta.
·
MRT
Mass Rapid Transit (MRT) akan terkoneksi dengan Bandara Soekarno Hatta.
Opsi perluasan yang ditawarkan
·
Lahan
seluas 400 hektaree yang berada di Kecamatan Teluknaga.
·
Lahan
seluas 1.200 hektaree yang berada di Kecamatan Pakuhaji.
·
Pulau
reklamasi seluas 9.000 hektaree yang sedang dalam proses pembuatan.[18]
Opsi landas pacu 3
Keputusan landas pacu 3 akan diputuskan pada bulan Maret 2014[19].
·
Cross parallel runway: landas pacu 3
dibangun pada jarak beberapa meter di sebelah utara landas pacu 2, tanpa
membangun Terminal 4 (T4).
·
Independent runway: landas pacu 3 dibangun pada
jarak 1 km di sebelah utara landas pacu 2, serta membangun Terminal 4
(T4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar